Epikuros: “Kebahagiaan Tidak Ditemukan dalam Kekayaan Besar, Tetapi dalam Jiwa yang Tenang”

Epikuros (341–270 SM)
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA – Dalam dunia yang semakin sibuk dan kompetitif, pencarian manusia akan kebahagiaan kerap kali diarahkan pada kekayaan, jabatan, dan pencapaian materi. Namun, filsuf Yunani kuno, Epikuros, telah jauh-jauh hari memberikan peringatan sekaligus nasihat yang tetap relevan hingga kini: “Kebahagiaan tidak ditemukan dalam kekayaan besar, tetapi dalam jiwa yang tenang.”

Seneca: “Tidak ada kenikmatan dalam memiliki sesuatu yang berharga kecuali jika kita punya seseorang untuk berbagi.”

Pernyataan bijak dari Epikuros ini merupakan bagian dari filosofi hidup yang ia kembangkan pada abad ke-3 SM. Filsafat Epikuros berfokus pada pencapaian kebahagiaan sejati melalui ketenangan batin (ataraxia) dan bebas dari rasa sakit (aponia). Bagi Epikuros, kekayaan material sering kali menjadi sumber kegelisahan, bukan kebahagiaan.

Kekayaan Tidak Menjamin Kedamaian

Ryan Holiday: “Ketenangan adalah Hadiah bagi Mereka yang Mampu Menundukkan Hasrat” – Seni Mengendalikan Diri

“Kita terlalu sering mengira bahwa kekayaan adalah tiket menuju kebahagiaan. Padahal, semakin besar kekayaan, semakin besar pula kekhawatiran akan kehilangannya,” ungkap Dr. Rahmat Setiawan, dosen filsafat di Universitas Indonesia. “Epikuros menyadari bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri. Jiwa yang tenang, bukan dompet yang penuh, adalah kunci kehidupan yang baik.”

Banyak penelitian modern mendukung pandangan Epikuros. Studi psikologi positif menyatakan bahwa setelah kebutuhan dasar manusia terpenuhi, tambahan kekayaan tidak memberikan peningkatan signifikan terhadap tingkat kebahagiaan. Sebaliknya, praktik seperti mindfulness, syukur, dan relasi yang sehat jauh lebih berdampak.

Ryan Holiday: “Jangan Terburu-Buru. Diam, Dengarkan, dan Pahami” – Kekuatan Kesabaran di Dunia yang Serba Cepat

Hidup Sederhana dan Penuh Makna

Epikuros bukanlah seorang asketis ekstrem, tetapi ia menganjurkan hidup sederhana yang dipenuhi oleh kesenangan yang bijak. “Bukan berarti kita harus menolak kekayaan,” jelas Dr. Rahmat, “tetapi kita harus bijak dalam memaknainya. Jangan sampai kita diperbudak oleh keinginan yang tak ada habisnya.”

Halaman Selanjutnya
img_title