Meningkatkan Kapasitas Menulis Dialog dalam Cerpen, Begini Saran Yuditeha

Yuditeha dalam Pelatihan Menulis Cerpen oleh Sippublishing
Sumber :
  • tangkapan layar zoom pelatihan menulis sippublishing

 

CERPEN: Janji Sarah Buat Ivan (1)

Makassar, WISATA - Wahai para penulis atau yang hobi menulis khususnya menulis cerpen, tentunya kita tidak ingin kemampuan menulis kita mandeg di tempat bukan? Kita tentu ingin menulis cerpen yang semakin baik dan baik setiap harinya.

Salah satu cara meningkatkan kapasitas menulis cerpen adalah dengan mengikuti pelatihan menulis. Yuditeha adalah seorang cerpenis yang sering menjadi pemateri dalam berbagai pelatihan menulis cerpen. Cerpen-cerpennya bertebaran di koran-koran nasional Indonesia.

CERPEN: Serial Vista Episode 3, Lautan Literasi

Selain itu beliau telah memenangkan lomba menulis sebanyak 52 kali. Beberapa buku kumpulan cerpen atas namanya juga sudah diterbitkan. Kiranya rekam jejaknya sudah cukup untuk dapat dijadikan salah satu kiblat menulis cerpen di Indonesia.

Dalam salah satu pelatihan menulis yang diampu oleh Yuditeha, yaitu pelatihan menulis cerpen yang diselenggarakan oleh Sippublishing, ada seorang penanya yang menanyakan manakah yang lebih efektif dalam penulisan cerpen apakah dialog atau narasi.

CERPEN: Serial Vista Episode 2, Suami Misterius

Yuditeha menjawab bahwa dialog atau narasi sama-sama penting dalam menulis cerpen, asalkan dituliskan dengan tepat.

Contoh dialog yang jelek adalah seperti ini. Istilah Yuditeha seperti cerdas cermat, ditanya sesuatu menjawab dengan jawaban pendek-pendek, seperti berikut:

Arini: “Kamu sudah makan?”

Dito : “Sudah.”

Arini: “Kamu mau makan lagi?”

Dito : “Tidak.”

Sedangkan dialog yang menarik dan membuka inti konflik dalam cerpen adalah seperti ini:

Arini: “Kamu sudah makan?”

Dito : “Aku benci pertanyaan itu.”

Arini: “Lho, kenapa?”

Dito : “Kamu tau nggak? Orang tuaku dua-duanya jarang ngomong sama aku, tapi sekali ngomong, pertanyaan itu yang muncul, makanya aku benci pertanyaan itu.”

Demikian juga untuk narasi, Yuditeha menyarankan kepada penulis untuk lebih banyak menggambarkan dan bukan mengatakan, show don’t tell.

Andi selama tiga hari ini resah terus.

Kalimat di atas hanya mengatakan bahwa Andi resah, tapi tidak menggambarkan keresahannya. Keresahan Andi dapat digambarkan sebagai berikut:

Tiga hari yang lalu, Andi duduk di bawah pohon, termangu selama dua jam. Sehari setelah itu, Andi keluar dan berdiri di tepi pantai selama dua jam tanpa melakukan apa-apa. Kemarin ia pergi ke pasar tapi hanya berdiri bersandar di tembok memandang orang lalu-lalang selama dua jam tanpa kata.

Nah, bagaimana para penulis, tertarik untuk mencobanya? Sebaik apapun seorang pemateri sebuah pelatihan, tak akan bermakna apapun jika peserta pelatihan tidak segera mempraktikkan ilmu yang diterimanya. Setuju?