KAGAMA: Ketika “Cakrawala” Menginspirasi Ratusan Penonton Lewat Parade Tari Nusantara
- Christiyanto
Jakarta, WISATA – Sabtu malam, 12 Agustus 2023, Gedung Pewayangan Kautaman Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur padat oleh ratusan orang.
Mereka adalah kumpulan orang yang peduli dengan seni dan budaya Nusantara, tengah bercampur di sana. Ada pegiat seni, pemerhati seni, para pemain, anak muda hingga dewasa serta kerabat yang terus peduli memelihara keragaman budaya asli Indonesia dan mencintai kesenian yang begitu beragam di penjuru Nusantara.
Pementasan “Cakrawala” malam tadi tuntas sudah. Dimulai sekitar pukul 19.30 WIB, perhelatan dibuka dengan tepuk tangan semua yang hadir di ruangan itu.
Tak ada seremonial resmi, selain dari perwakilan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Gadjah Mada (PP Kagama) yang diwakili oleh Anwar Sanusi. Tak lupa ucapan selamat berkarya dari Ketua Umum PP Kagama, Ganjar Pranowo serta sejumlah punggawa perhelatan “Cakrawala”.
Muncul pula sosok seorang Oma dan cucunya Juno yang bercengkerama di sepanjang kisah “Cakrawala”. Ada pula tiga karakter lainnya yang menggambarkan tiga generasi yang berbeda: generasi sepuh – golongan produktif – kelompok milenial. Ketiganya diwakili oleh Krisna, Diara dan Abinaya.
Hentakan instrumen alat musik mengiringi para penari yang membawakan Tari Kinang Kilaras dari Betawi, mengawali pementasan. Tarian asli Betawi ini dipilih untuk menggambarkan bahwa Indonesia memiliki Jakarta sebagai ibu kota negara. Tarian ini menggambarkan kehidupan gadis-gadis Betawi yang penuh dengan keriaan.
Jakarta memang ibu kota negara, tetapi jangan pernah melupakan bahwa negara ini adalah negara maritim yang luar biasa.Kejayaan dan kekayaan maritim, digambarkan dengan tampilan tarian kedua yaitu tari Kipas dari Sulawesi. Tarian ini menggambarkan pelaut-pelaut Bugis yang memang luar biasa.
Tari Kipas menggambarkan kisah perpisahan antara penghuni limo (bumi – red.) dengan botong langit (negeri kayangan – red.).
Selain kejayaan para pelaut di wilayah Timur, di sebelah Barat, kerajaan Sriwijaya menjadi salah satu negara maritim yang diakui pada zaman dahulu kala.
Tari Gending Sriwijaya menggambarkan kejayaan Sriwijaya itu. Tarian ini adalah ungkapan syukur dankegembiraan atas kesejahteraan yang diberikan.
Pementasan budaya kemudian bergeser ke arah tengah Nusantara. Tari Condong, Bali, menggambarkan keanggunan, keelokan dan kelihaian para penari kerajaan pada lakon cerita zaman dahulu.
Setelah dari Bali, penampilan budaya berpindah ke Jawa yang diwakili oleh tari Glipang. Tarian ini menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa penjajahan dulu.
“Sebetulnya ini adalah tarian rakyat yang menggambarkan kondisi ketika dijajah Belanda dan terhimpit, mereka bisa bersatu lalu menarikan dan menggambarkan semangatnya,” ujar Belinda ArunarwatiMargono yang menjadi Produser “Cakrawala”.
Selanjutnya, perhelatan “Cakrawala” menuju ke Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan tari Tifa. Tarian ini menggambarkan kebersamaan dengan unsur kegembiraan, keramahan serta tekad yang bulat dari masyarakat di sana.
Disusul, tarian yang menggambarkan kondisi kekayaan ibu pertiwi yang lain, yaitu hutan dan sumber daya alam, ada lagu “Aku Papua” dan Kancet Bangentawai.
“Nah itu, masuk ke Papua sama Kalimantan. Memang semua itu ada ceritanya, kenapa kami memilih tari-tarian itu, kita ingin merangkai tidak ingin tariannya itu cuma tarian satu – dua, masuk keluar, masukkeluar, nggak, tapi kita rangkai dalam satu kemasan,” tambah Belinda .
Pementasan “Cakrawala” diakhiri dengan penampilan seluruh pendukung acara, para penari, pelatih, panitia serta pelaksana acara.
Persiapan Serius
“Cakrawala” adalah perhelatan pertama dari Kagama Beksan Jabodetabek. Berbulan-bulan sudah persiapan dilakukan di seluruh bagian yang terlibat. Produksi, artistik, manajemen, hingga seksi danayang terkait dengan sponsorship.
Kejar tayangpun dilakukan. Setelah sempat mundur dari rencana awal pementasan awal pada Mei lalu menjadi Agustus 2023 karena berbagai pertimbangan. nyaris di setiap akhir pekan, seluruh crew yang terlibat produksi, harus rela menyisihkan waktunya untuk latihan dan latihan. Menari dan menari.
Tempat latihan pun terus berputar. Sebut saja kantor sekretariat Ikatan Alumni ITB di bilangan Patra Kuningan, dan sebuah studio di Jalan Amil, Pejaten, Jakarta Selatan adalah sebagian lokasi yang menjadi saksi bisu keseriusan pementasan “Cakrawala”.
Hari terus berganti menuju saat pementasan. Gladi kotor pun digelar beberapa hari sebelum hari H. Mengambil tempat di Gedung Wayang Orang Bharata di bilangan Senen, Jakarta Pusat, gladi kotor pun digelar pada Minggu, 6 Agustus 2023. Perbaikan, koreksi dan revisi terus dilakukan untuk menyempurnakan seluruh rencana di hari pementasan.
Selanjutnya, gladi resik pun juga dilakukan pada satu hari menjelang puncak pementasan “Cakrawala” pada hari Jumat, 11 Agustus 2023. Kali ini, mengambil tempat di lokasi pementasan, yaitu Gedung Pewayangan Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Tahun 2023 ini, seolah menjadi pertaruhan bagi Kagama Beksan Jabodetabek.
Kagama Beksan Jabodetabek, sebuah komunitas seni dan budaya yang bernaung di dalam PP Kagama ini, terus berupaya menghadirkan realita pergulatan pemikiran lintas generasi, dalam menyikapi keberagaman sekaligus memaknai seni budaya Nusantara.
Keinginan itu tidak main-main, dan sangat diperjuangkan dengan kesungguhan yang nyata.
Tujuan pementasan “Cakrawala” adalah untuk mengekspresikan semangat seni dan budaya yang selama ini, seolah-olah hanya dilakukan oleh para pelaku seni. “Kami semua yang ada di sini, sebetulnya profesional dari beragam profesi, maksudnya adalah kumpulan pegawai-pegawai, anak sekolah SMP dan SMA. Kita ingin mengajak semuanya mencurahkan
seni,” ujar Belinda beberapa hari lalu.
Diksi “Cakrawala” dipilih karena mampu mewakili keberagaman yang menjadi ciri khas Indonesia. “Kenapa harus “Cakrawala”, karena kita ingin menceritakan, bahwa Indonesia itu tidak hanya Jakarta. Indonesia itu tidak hanya Jawa, Indonesia itu dimulai dari Sabang sampai Merauke. Kita mencoba mengangkat tari-tarian yang tidak banyak diketahui orang. Artinya, kita tahu tapi jarang muncul. Nah,“Cakrawala” bisa menunjukkan cara pandang tersebut, bisa mewakili itu,” jelas Belinda.
Selama durasi nyaris 120 menit, “Cakrawala” mampu menyihir ratusan orang yang khusyuk menikmati tarian seni dan budaya dari berbagai daerah di Indonesia, dari ujung Barat hingga ujung Timur, Indonesia.
Tak bisa dipungkiri, memang tugas dan kewajiban kita semua untuk melestarikan budaya asli negeri ini, seluas “Cakrawala” yang indah dan memesona di angkasa raya nan biru