Pernikahan Dianggap Kurang Penting, Mayoritas Milenial Singapura Lebih Pilih Fokus Karir dan Diri
- Image Creator/Handoko
Singapura, WISATA - Sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh Institute of Policy Studies (IPS) Singapura mengungkap fenomena yang mengkhawatirkan: 78% milenial Singapura secara keseluruhan menganggap bahwa pernikahan bukanlah hal yang penting. Temuan ini menunjukkan pergeseran signifikan dalam nilai-nilai dan prioritas generasi muda di negara tersebut.
Survei ini dilakukan pada akhir tahun 2023 dan melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak dari berbagai kelompok demografis. Hasilnya menunjukkan bahwa milenial Singapura semakin memprioritaskan karir, pengembangan diri, dan kebahagiaan pribadi daripada pernikahan dan membangun keluarga.
Alasan di Balik Pergeseran Nilai
Survei IPS mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mendorong tren ini, yaitu:
- Biaya Hidup yang Tinggi: Singapura terkenal sebagai salah satu negara termahal di dunia. Biaya hidup yang tinggi, terutama terkait dengan perumahan dan pendidikan, membuat milenial Singapura ragu untuk menikah dan memiliki anak. Beban finansial ini menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan untuk membangun keluarga.
- Fokus pada Karir: Generasi milenial Singapura sangat ambisius dan fokus pada pengembangan karir mereka. Mereka ingin mencapai stabilitas finansial dan kesuksesan profesional sebelum menikah. Hal ini seringkali membutuhkan waktu dan komitmen yang besar, sehingga mereka menunda pernikahan.
- Perubahan Norma Sosial: Pandangan tentang pernikahan dan keluarga telah berubah secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Milenial Singapura lebih individualistik dan tidak merasa tertekan untuk mengikuti tradisi pernikahan. Mereka lebih memilih untuk fokus pada kebahagiaan dan kesejahteraan diri mereka sendiri.
- Ketersediaan Pilihan Hidup yang Lebih Beragam: Generasi milenial Singapura memiliki lebih banyak pilihan hidup daripada generasi sebelumnya. Mereka dapat memilih untuk tinggal bersama pasangan tanpa menikah, fokus pada karir dan pengembangan diri, atau mengejar minat dan hobi mereka. Hal ini memberikan mereka lebih banyak fleksibilitas dan otonomi dalam menentukan jalan hidup mereka.
Dampak Tren Pergeseran Nilai
Tren ini dapat berdampak signifikan pada masa depan Singapura. Tingkat kelahiran yang rendah dapat menyebabkan populasi yang menua dan menyusut, yang dapat membebani sistem jaminan sosial dan ekonomi negara. Hal ini juga dapat menyebabkan kekurangan tenaga kerja di beberapa sektor.