Starlink dan OneWeb: Akhir dari 'Blank Spot' Internet di Penjuru Dunia?
- Image Creator/Handoko
Menurut laporan dari Morgan Stanley, pasar internet satelit diperkirakan akan tumbuh menjadi industri senilai $40 miliar pada tahun 2030. Dengan semakin banyaknya pengguna yang membutuhkan akses internet di daerah terpencil, kedua perusahaan ini bersaing untuk menjadi pemimpin dalam revolusi internet satelit.
Dampak Nyata di Lapangan
Di Indonesia, Starlink mulai diuji coba di beberapa wilayah pedesaan seperti di Maluku dan Papua. Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hasil uji coba menunjukkan bahwa internet satelit dapat memberikan kecepatan hingga 150 Mbps, meskipun kecepatan ini dapat bervariasi tergantung pada kondisi geografis.
Di Afrika, OneWeb telah melakukan sejumlah uji coba di negara-negara seperti Rwanda dan Kenya. Hasilnya, masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses internet kini dapat menikmati konektivitas yang stabil, memungkinkan mereka untuk terlibat dalam perdagangan online, pendidikan jarak jauh, dan layanan kesehatan daring.
Tantangan dan Harapan
Meskipun prospek internet satelit sangat menjanjikan, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah biaya tinggi untuk memasang perangkat penerima. Sebagai contoh, perangkat Starlink di awal peluncurannya dijual seharga $499, yang dianggap cukup mahal untuk masyarakat di negara berkembang. Namun, Elon Musk telah berjanji untuk terus menurunkan harga perangkat ini seiring dengan peningkatan produksi.
Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari peluncuran ribuan satelit ke orbit. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa terlalu banyak satelit di orbit dapat menyebabkan tabrakan antar-satelit, yang dapat mengakibatkan kerusakan besar pada infrastruktur ruang angkasa.