Misteri 26 Ribu Kontainer: Tantangan Kemenperin dan Transparansi Data Bea Cukai
- Kementerian Perindustrian
Jakarta, WISATA - Kementerian Keuangan hingga saat ini belum transparan mengenai isi dari 26.415 kontainer yang sempat tertahan dan kemudian diloloskan dari pelabuhan pada Mei 2024. Padahal, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membutuhkan informasi tersebut secara detail untuk memitigasi dampak pelolosan kontainer-kontainer itu terhadap industri. Meski kinerja industri manufaktur dalam negeri mengalami penurunan pada Juli 2024, yang terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan kontraksi menurut Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur S&P Global, Kemenperin belum dapat menyusun kebijakan atau langkah antisipatif akibat minimnya data dari Kementerian Keuangan.
Menteri Perindustrian telah menerima surat balasan dari Menteri Keuangan yang disampaikan dan ditandatangani oleh Dirjen Bea dan Cukai pada 2 Agustus 2024, dua pekan setelah surat tersebut ditandatangani pada 17 Juli 2024. Namun, menurut Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, data yang disampaikan dalam surat itu terlalu makro, tidak detail, dan hanya sebagian. “Kesannya ada data isi dari puluhan ribu kontainer tersebut yang 'disembunyikan',” ujar Febri di Jakarta, Senin (5/8).
Kronologi Kontroversi
Pada 27 Juni 2024, Menteri Perindustrian mengirimkan surat permohonan data muatan 26.415 kontainer yang tertahan di pelabuhan kepada Menteri Keuangan. Namun, data yang diterima pada 2 Agustus 2024 oleh Kemenperin menyebutkan bahwa 21.166 kontainer berisi bahan baku dan penolong (80,13%), 3.356 kontainer berisi barang konsumsi (12,7%), dan 1.893 kontainer berisi barang modal (7,17%). Data tersebut dikelompokkan berdasarkan Board Economic Category (BEC) dan lebih lanjut menjelaskan 10 besar jenis barang dari masing-masing kelompok.
Tanggapan Kemenperin
1. Kebutuhan Data Detail: Jubir Kemenperin mempertanyakan urgensi penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor untuk barang jadi/barang konsumsi, padahal mayoritas kontainer berisi bahan baku (80,13%).
2. Kekurangan Data: Dari 26.415 kontainer, isi dari 13.421 kontainer tidak dijelaskan secara rinci. Hal ini aneh mengingat semua kontainer telah diloloskan dari pelabuhan.
3. Ketidakcocokan HS Code: Informasi yang disampaikan berupa HS Code 2 digit, padahal Kemenperin memerlukan data berdasarkan HS Code 8 digit untuk mengetahui secara pasti barang yang diimpor.
4. Pengaruh Terhadap Industri Dalam Negeri: Data detail diperlukan untuk mengantisipasi dampak produk impor yang dapat diproduksi di dalam negeri.
5. Validitas Data: Kemenperin meminta data valid dan rinci agar dapat menyusun kebijakan yang tepat dalam membendung produk impor.
6. Pemusnahan Barang: Informasi mengenai pemusnahan sebagian barang dari 26.415 kontainer perlu dijelaskan lebih lanjut, termasuk kapan, di mana, dan jenis barang yang dimusnahkan.
Implikasi Kebijakan
Keterlambatan pengiriman surat balasan oleh Ditjen Bea dan Cukai menimbulkan kekhawatiran terkait sistem administrasi yang ada. “Kemenperin membutuhkan data yang valid dan dapat diandalkan serta tersedia dengan cepat untuk mengantisipasi penurunan kinerja industri manufaktur dalam negeri saat ini,” pungkas Jubir Kemenperin.
Ajakan ke INTI 2024
Jangan lewatkan kesempatan untuk mengikuti pameran Indonesia Technology and Innovation 2024 (INTI 2024) di JI-EXPO pada 12-14 Agustus 2024. INTI adalah pameran teknologi dan inovasi terbesar di Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi https://inti.asia/.