PURWOREJO: 3 Wisata Religi Jejak Peninggalan Nenek Moyang dan Leluhur, Yuk Berkunjung

Gelar Desa Wisata Jawa Tengah 2024
Sumber :
  • purworejokab.go.id

Purworejo, WISATA – Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah terletak pada posisi 109o 47’ 28” - 110o 08’ 20” Bujur Timur, 7o 32’ Lintang Selatan.

Secara topografis merupakan wilayah beriklim tropis basah dengan suhu antara 19C-28C, sedangkan kelembapan udara antara 70 %-90% dan curah hujan tertinggi pada bulan Desember 311 mm dan bulan Maret 289 mm.

Sungai-sungai yang ada di Kabupaten Purworejo, antara lain sungai Wawer/Kali Medono, sungai Bogowonto, sungai Jali, sungai Gebang, sungai Bedono, sungai Kedunggupit, sungai Kodil, dan sungai Kalimeneng berhulu di pegunungan Serayu Selatan.

Sedangkan sungai Jebol, sungai Ngemnan, sungai Dulang dan sungai Kaligesing berhulu di pegunungan Menoreh.

Gunung-gunung yang ada di Kabupaten Purworejo diantaranya Gunung Pupur, Gunung Mentosari (1.059 m), Gunung Rawacacing (1.035 m), dan Gunung Gambarjaran (1.035 m) di pegunungan Serayu Selatan.

Sementara di pegunungan Menoreh Terdapat Gunung Gepak (859 m) dan Gunung Ayamayam (1.022 m).

Kabupaten Purworejo memiliki beragam lokasi wisata religi yang tersebar di berbagai wilayah.

Kali ini, kami rangkum 3 destinasi lokasi wisata religi dari berbagai agama yang ada Kabupaten Purworejo:

1. Gereja GPIB

Gereja GPIB di Purworejo

Photo :
  • purworejokab.go.id
GPIB berupa bangunan dengan arsitektur kolonial yang dicirikan dengan adanya pilar dan pilaster di bagian depan bangunan.

Gereja ini masih asli, baik bentuk luarnya maupun interiornya.

Bangunan gereja juga masih sangat terwat dengan baik dan masih difungsikan oleh umat Nasrani.

Selain GPIB, Purworejo juga gereja yang dibangun pada masa kolonial, yaitu Gereja Santa Perawan Maria.

Gereja ini terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim, Purworejo, atau tepatnya berada di sebelah Timur kantor Bank Rakyat Indonesia.

2. Petilasan Nyai Bagelen

Petilasan Nyai Bagelen di Purworejo

Photo :
  • purworejokab.go.id
Menurut cerita rakyat, konon, nama Bagelen sudah ada sejak zaman dahulu kala, yaitu negeri Medangkamulan atau Medang Gele atau Pagelen.

Sosok yang memerintah negeri itu ialah Sri Prabu Kandiawan, yang berputera lima orang, dan masing-masing memerintah Negera Bagian.

Putra sulung bernama Sri Panuwun, ahli dalam pengairan, pertanian dan pemerintahan/

Ia memerintah Negara bagian Medang Gele, yang akhirnya bernama Pagelen.

Kerajaan Medangkamulan adalah negeri yang aman, tenteram dan makmur karena rajanya berlaku adil dan jujur.

Sri Prabu Kadiawan meninggal pada tahun yang ditandai dengan surya sengkala “Rupa Tri Mukseng Lebu”.

Setelah mangkat, ia kemudian digantikan putra sulungnya, Sri Panuwun.

Prabu Panuwun mempunyai dua orang anak, namun cacat.

Maka Sang Prabu bersedih dan selanjutnya bersemedi untuk memohon petunjuk.

Akhirnya diperoleh suatu petunjuk gaib, bahwa ia harus pergi ke suatu sendang di Somolangu.

Di daerah tersebut, Sang Prabu Panuwun memperistri anak perempuan Kyai Somolangu.

Dari perkawinannya itu, dianugrahi seorang anak perempuan yang diberi nama “Raden Rara Wetan” yang kelak terkenal dengan nama “Nyai Bagelen” dan menjadi pewaris daerah Bagelen.

3. Klentheng Thong Hwie Kiong

Klentheng Thong Hwie Kiong di Purworejo

Photo :
  • purworejokab.go.id
Bangunan berumur ratusan bergaya arsitektur China ini, terletak di belakang Pasar Baledono, Purworejo.

Klenteng ini dikenal sebagai Klenteng Thong Hwie Kiong.

Klentheng ini dibangun oleh para pedagang asal China yang menetap di Purworejo.

Mengenai kapan dibangunnya, belum ada kepastiannya.

Namun data menyebutkan, Klentheng ini direnovasi pada tahun 1888.

Menurut penjaganya, Klentheng ini diperuntukkan untuk tiga kepercayaan yaitu, Budha, Kong Hu Chu dan Tao.

Karena digunakan untuk tiga kepercayaan, maka di sebelah kanan bangunan terdapat beberapa patung Budha dan patung dari kepercayaan Tao.

(Sumber: purworejokab.go.id)