Mengapa Al-Ghazali Skeptis terhadap Filsafat Yunani dan Peranannya dalam Islam

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali
Sumber :
  • Islam Santun

Malang, WISATA - Al-Ghazali, seorang cendekiawan Islam Persia yang hidup pada abad ke-11, dikenal karena sikap skeptisnya terhadap filsafat Yunani klasik, terutama Aristoteles, dan peranannya dalam Islam. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi mengapa Al-Ghazali meragukan filsafat Yunani dan bagaimana pandangannya membentuk pemikiran Islam pada masanya.

Latar Belakang Al-Ghazali

Al-Ghazali lahir di Persia pada tahun 1058 Masehi. Dia tumbuh dalam lingkungan intelektual yang kaya dengan pengetahuan Islam dan warisan intelektual Yunani. Al-Ghazali adalah seorang yang sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani, khususnya Aristoteles, selama masa muda dan awal karirnya.

Namun, pada suatu titik dalam hidupnya, Al-Ghazali mengalami krisis spiritual yang mendalam. Pengalaman ini mendorongnya untuk mempertanyakan keyakinan dan pemahamannya tentang agama dan filsafat. Setelah periode pencarian spiritual yang intens, Al-Ghazali meninggalkan karier akademiknya dan mengabdikan diri sepenuhnya pada jalan spiritual.

Kritik terhadap Filsafat Yunani

Salah satu kritik utama Al-Ghazali terhadap filsafat Yunani, khususnya Aristoteles, adalah bahwa pemikiran-pemikiran tersebut sering bertentangan dengan keyakinan-keyakinan dasar dalam Islam. Dalam karyanya yang terkenal, "The Incoherence of the Philosophers" (Tahafut al-Falasifah), Al-Ghazali menguraikan argumen-argumen yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Al-Ghazali menolak konsep-konsep seperti kekekalan alam semesta, pengetahuan mutlak, dan keberadaan akhirat yang diaanggap tidak konsisten dengan ajaran Islam. Dia berpendapat bahwa akal manusia terbatas dalam memahami realitas yang lebih tinggi, dan bahwa keyakinan agama seringkali lebih tinggi nilainya dalam mencapai pemahaman spiritual yang benar.