“Keadaan Tak Membentuk Manusia, Tapi Mengungkapkan Dirinya” – Epictetus

Epictetus
Epictetus
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA - Ketika hidup terasa sulit, banyak dari kita mengatakan, “Keadaan yang membuatku jadi seperti ini.” Namun jauh sebelum era digital, seorang filsuf Stoik bernama Epictetus menyampaikan pandangan yang sangat berbeda: “Circumstances don’t make the man, they only reveal him to himself.”

Dalam terjemahan bebasnya, kutipan ini berarti: “Keadaan tidak membentuk manusia, tapi mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya.” Sebuah gagasan yang sangat kuat dan mengubah cara kita memandang kesulitan hidup.

Siapa Epictetus?

Epictetus bukan filsuf yang lahir di kalangan bangsawan. Ia adalah seorang budak yang hidup di Kekaisaran Romawi pada abad pertama. Namun, dari segala keterbatasannya, lahirlah kebijaksanaan yang luar biasa. Setelah dibebaskan, ia menjadi pengajar Stoikisme dan murid-muridnya berasal dari berbagai kalangan, bahkan hingga kalangan elite kekaisaran.

Apa yang membuat Epictetus istimewa? Ia tidak mengajarkan filsafat sebagai teori. Baginya, filsafat adalah cara hidup. Setiap kutipannya bukan sekadar kata-kata indah, melainkan hasil perenungan dan pengalaman nyata.

Makna di Balik Kutipan Epictetus

Ketika Epictetus mengatakan bahwa keadaan hanya mengungkapkan diri kita, ia ingin menekankan bahwa yang paling penting adalah bagaimana kita merespons situasi, bukan situasi itu sendiri.

Dalam dunia yang penuh ketidakpastian — dari tekanan kerja, konflik keluarga, sampai ketidakpastian ekonomi — kutipan ini menjadi pengingat yang sangat relevan. Alih-alih menyalahkan keadaan, Epictetus mengajak kita untuk melihat ke dalam diri:

  • Apakah kita kuat menghadapi tekanan?
  • Apakah kita tetap jujur saat tergoda untuk curang?
  • Apakah kita tetap tenang saat dunia di sekitar kita kacau?

Situasi ekstrem tidak menciptakan karakter kita, tapi mengungkapkan karakter yang sebenarnya sudah ada di dalam diri kita.

Contoh Nyata di Kehidupan Modern

Mari kita ambil contoh dari dunia nyata. Seorang karyawan kehilangan pekerjaannya karena pandemi. Reaksi yang umum adalah panik, marah, atau menyalahkan perusahaan. Tapi ada juga yang melihat situasi itu sebagai kesempatan untuk belajar, membuka usaha, atau memperbaiki keterampilan.

Dua orang, kondisi yang sama, tapi respon yang berbeda. Di sinilah ajaran Epictetus terbukti. Keadaan tidak membuat mereka menjadi siapa, tapi justru mengungkapkan siapa mereka sebenarnya.

Contoh lain datang dari media sosial. Saat seseorang mendapat komentar negatif, sebagian besar akan langsung terpancing emosi. Tapi orang yang bijak, seperti yang diajarkan Epictetus, akan menanggapi dengan kepala dingin. Sebab, komentar itu tidak merusak dirinya — kecuali dia membiarkannya.

Mengapa Ini Penting di Era Digital?

Hari ini, kita hidup dalam dunia yang serba instan. Emosi mudah tersulut, perbandingan hidup terjadi setiap detik lewat layar ponsel. Maka, filosofi Epictetus adalah obat penawar dari kegelisahan ini. Ia mengajarkan bahwa pengendalian diri adalah bentuk kebebasan tertinggi.

“Tak ada yang bisa merusakmu, kecuali kamu sendiri yang mengizinkannya,” begitu kira-kira pandangan Epictetus.

Kita tidak bisa memilih semua keadaan hidup, tapi kita selalu bisa memilih sikap kita terhadapnya.

Cara Menerapkan Ajaran Ini

Agar filosofi Epictetus tidak hanya jadi kutipan keren di media sosial, berikut beberapa cara nyata untuk menerapkannya:

1.     Refleksi Harian: Renungkan setiap malam, bagaimana sikapmu terhadap hal-hal yang terjadi hari itu? Apakah kamu bereaksi dengan emosi atau rasional?

2.     Latihan Jeda: Saat menghadapi situasi sulit, tarik napas, berhenti sejenak, dan tanyakan pada dirimu: “Apa yang ini ungkapkan tentang diriku?”

3.     Jangan Menyalahkan Keadaan: Gagal bukan karena dunia jahat, tapi karena belum cukup siap. Ubah perspektif jadi peluang belajar.

4.     Perkuat Diri: Bacalah buku, praktikkan mindfulness, atau cari lingkungan yang mendukung pertumbuhan mentalmu.

5.     Jadilah Cermin Diri: Ketika situasi buruk datang, jadikan itu sebagai cermin untuk melihat kelemahan dan potensi perbaikan.

Kesimpulan: Diri Kita yang Sebenarnya Tampak Saat Tertekan

Kutipan Epictetus bukan sekadar motivasi kosong. Ia menantang kita untuk jujur pada diri sendiri. Saat semuanya berjalan lancar, siapa pun bisa terlihat bijak. Tapi ketika badai datang, di situlah karakter asli seseorang terlihat.

Ajaran Epictetus mengajak kita untuk tidak larut dalam kesulitan, tapi justru melihatnya sebagai panggung untuk menunjukkan siapa kita yang sesungguhnya. Ia tidak menjanjikan hidup tanpa masalah, tapi menawarkan cara berpikir yang membuat kita tidak dikendalikan oleh masalah.

Di dunia yang terus berubah dan penuh tekanan, filosofi ini bisa menjadi jangkar yang menenangkan.