Hidup, Keberanian, dan Secangkir Kopi: Menelaah Makna Kutipan Albert Camus di Era Modern

- Cuplikan layar
Bagian paling menyentuh dari kutipan tersebut terletak pada kalimat, “But in the end one needs more courage to live than to kill himself.” Dalam dunia yang penuh tekanan, kehilangan, dan ketidakpastian, hidup memang membutuhkan keberanian yang besar. Butuh kekuatan luar biasa untuk tetap bangun setiap pagi, bekerja, merawat orang lain, dan berharap dalam kondisi yang tidak selalu ideal.
Setiap orang memiliki "kopi"-nya sendiri—hal-hal kecil yang membuat mereka memilih untuk bertahan. Bagi sebagian orang, itu bisa berarti membaca buku favorit, mendengar tawa anak, menatap langit sore, atau sekadar berbincang dengan sahabat lama. Hal-hal kecil itu tampak sepele, tapi justru menjadi jangkar yang menahan seseorang dari terhanyut dalam lautan keputusasaan.
Menjawab Absurditas dengan Aksi
Sikap Camus terhadap absurditas bukan dengan menyerah, melainkan dengan terus hidup dan menciptakan makna sendiri. Dalam bukunya The Myth of Sisyphus, ia mengisahkan tokoh Sisyphus yang dihukum untuk mendorong batu ke puncak gunung hanya untuk melihatnya jatuh kembali, berulang-ulang tanpa akhir. Meski tampak sia-sia, Camus justru menyebut Sisyphus sebagai simbol manusia yang melawan absurditas dengan terus berusaha.
Dengan semangat yang sama, Camus mengajak kita untuk menolak sikap pasif terhadap hidup. Jangan menunggu makna datang dari luar, ciptakan sendiri makna itu. Setiap keputusan kita untuk mencintai, mencipta, membantu orang lain, atau bahkan menyeduh kopi, adalah bentuk perlawanan terhadap absurditas.
Konteks Modern: Kesehatan Mental dan Harapan
Di tengah krisis mental global yang meningkat terutama sejak pandemi, kutipan Camus menjadi relevan lebih dari sebelumnya. Banyak orang bergulat dengan kecemasan, depresi, dan rasa hampa. Dalam kondisi seperti ini, keberanian untuk hidup bukanlah hal sepele. Maka penting bagi kita sebagai masyarakat untuk saling peduli dan tidak menganggap remeh perjuangan mental seseorang.