Marcus Aurelius: Ketidakadilan Sering Kali Terletak pada Apa yang Tidak Kita Lakukan

- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA – Ketika kita memikirkan ketidakadilan, yang sering terbayang adalah tindakan aktif seperti menyakiti, menipu, atau mencurangi orang lain. Namun, Kaisar sekaligus filsuf Romawi kuno Marcus Aurelius mengajak kita untuk melihat sisi lain dari ketidakadilan: ketidakadilan yang lahir bukan dari perbuatan, tetapi dari kelalaian. Dalam Meditations, ia menulis:
“Sering kali ketidakadilan terletak pada apa yang tidak kamu lakukan, bukan hanya pada apa yang kamu lakukan.”
Pernyataan singkat ini mengandung makna yang mendalam. Ia menyoroti bahwa keadilan bukan hanya tentang menghindari kesalahan, tetapi juga tentang bertindak ketika kita bisa membantu, membela, atau memperbaiki sesuatu.
Tanggung Jawab Moral: Tidak Cukup dengan Tidak Bersalah
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang merasa puas hanya dengan tidak melakukan kesalahan. Mereka berpikir bahwa selama tidak menyakiti siapa pun, maka mereka adalah orang baik. Namun, dalam ajaran Stoik seperti yang diyakini Marcus Aurelius, menjadi pribadi yang adil dan baik bukan hanya tentang menghindari perbuatan buruk, tetapi juga berani bertindak benar saat dibutuhkan.
Misalnya, jika kita menyaksikan seseorang diperlakukan tidak adil dan memilih untuk diam, kita sebenarnya telah ikut berkontribusi pada ketidakadilan itu. Diam bukanlah netralitas; diam bisa menjadi bentuk ketidakadilan yang pasif.
Etika Stoik dan Kewajiban Sosial
Filsafat Stoik menekankan pentingnya hidup selaras dengan akal dan alam, serta bertindak demi kebaikan bersama. Dalam kerangka ini, setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial. Tidak melakukan sesuatu yang semestinya kita lakukan — seperti membantu yang membutuhkan, menyampaikan kebenaran, atau menghentikan kebohongan — adalah bentuk ketidakadilan.
Stoik mengajarkan bahwa keutamaan (virtue) bukanlah sikap pasif. Ia adalah tindakan aktif untuk menjunjung nilai-nilai seperti keadilan, kebijaksanaan, keberanian, dan kesederhanaan. Maka dari itu, membiarkan ketidakbenaran berlangsung tanpa melakukan apa pun adalah bertentangan dengan kehidupan yang bajik.
Contoh dalam Kehidupan Nyata
Bayangkan seseorang yang menyaksikan korupsi di tempat kerja, tapi memilih untuk tidak melaporkannya demi kenyamanan pribadi. Atau seorang pemimpin yang mengetahui adanya diskriminasi dalam institusinya, tetapi tidak mengambil tindakan karena takut konflik. Dalam kedua contoh itu, ketidakadilan muncul bukan karena tindakan aktif, tetapi karena kelalaian.
Dalam konteks ini, Marcus Aurelius mengajak kita untuk tidak hanya bertanya, “Apa yang telah saya lakukan salah?” tetapi juga “Apa yang belum saya lakukan padahal saya bisa?” Pertanyaan ini penting untuk membentuk masyarakat yang lebih adil dan bermoral.
Mengapa Kita Sering Takut Bertindak?
Ada banyak alasan mengapa seseorang enggan bertindak: takut dikucilkan, takut membuat kesalahan, takut kehilangan kenyamanan atau posisi. Namun, Stoik mengajarkan kita untuk fokus pada apa yang bisa kita kendalikan: niat dan tindakan kita sendiri. Ketika kita bertindak dengan niat baik dan akal sehat, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bahkan jika hasilnya tidak sempurna.
Aurelius mengingatkan kita bahwa tugas manusia adalah hidup sesuai dengan kodratnya: sebagai makhluk sosial dan rasional. Itu artinya, kita tidak bisa menutup mata terhadap ketidakadilan, bahkan ketika kita tidak menjadi pelakunya secara langsung.
Langkah Kecil untuk Melawan Ketidakadilan Pasif
1. Berani Bersikap – Jika Anda melihat sesuatu yang salah, nyatakan pendapat Anda. Tidak semua hal perlu diselesaikan dengan konfrontasi, tapi kejujuran dan ketegasan penting.
2. Bantu Saat Bisa – Jangan tunda kebaikan. Tindakan kecil seperti menolong rekan kerja atau berbagi informasi bermanfaat bisa mencegah ketidakadilan tersembunyi.
3. Evaluasi Diri Secara Rutin – Setiap malam, tanya diri Anda: “Apakah hari ini saya membiarkan sesuatu yang salah terus terjadi?” Kesadaran ini membentuk kompas moral kita.
4. Gunakan Pengaruh Anda – Jika Anda punya pengaruh di komunitas atau organisasi, gunakan itu untuk membela kebenaran dan memperbaiki sistem yang tidak adil.
Kesimpulan: Jadilah Bagian dari Solusi, Bukan Diam dalam Masalah
Marcus Aurelius mengingatkan kita bahwa ketidakadilan bukan hanya soal tindakan jahat, tapi juga kelalaian dalam melakukan hal baik. Di dunia yang penuh tantangan sosial seperti saat ini, diam bisa berarti menyetujui. Maka, penting bagi kita semua untuk meninjau ulang posisi kita dalam berbagai situasi, dan bertanya: “Apakah saya cukup bertindak ketika keadilan dipertaruhkan?”
Dengan menghidupi prinsip ini, kita tidak hanya menjadi pribadi yang bermoral, tetapi juga ikut serta membentuk masyarakat yang lebih adil dan beradab.