Kita Lebih Mencintai Diri Sendiri, Tapi Lebih Peduli pada Pendapat Orang Lain – Refleksi Marcus Aurelius

- thoughtco.com
Media sosial, budaya pencitraan, hingga norma-norma sosial yang kaku seringkali membuat kita kehilangan pusat kendali diri. Kita lebih sibuk mencocokkan diri dengan standar orang lain daripada mendengar suara batin yang paling mengenal siapa diri kita sebenarnya.
Ketika Harga Diri Bergantung pada “Likes”
Fenomena ini terlihat nyata dalam kehidupan modern. Kita menilai keberhasilan dari jumlah pengikut, menyimpulkan nilai diri dari komentar netizen, dan merasa gagal jika tak mendapat validasi dari lingkungan sekitar. Padahal, seperti yang dikatakan Marcus, bukankah itu bertentangan dengan logika?
Bagaimana bisa kita mencintai diri sendiri, namun justru membiarkan pendapat orang lain—yang mungkin tak mengenal kita secara mendalam—mengendalikan cara kita merasa dan berpikir?
Stoikisme: Kembali pada Kemandirian Batin
Filsafat Stoik menawarkan pendekatan yang membebaskan: nilai diri berasal dari kebajikan, bukan penilaian eksternal. Dalam Meditations, Marcus Aurelius berulang kali menekankan pentingnya menjaga otonomi batin:
“Jika kamu merasa baik secara moral atas tindakanmu, maka pendapat orang lain tak bisa merusaknya.”
Kemandirian batin bukan berarti mengabaikan orang lain, melainkan memiliki standar nilai yang kokoh di dalam diri sendiri, sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh kritik maupun pujian.