Mengapa Umat Islam Masih Enggan Memahami Sejarah dan Peradabannya Sendiri? Ini Penyebabnya

Bayt al-Hikmah
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Meski Islam memiliki sejarah peradaban yang kaya dan berpengaruh besar terhadap dunia, minat literasi masyarakat Muslim terhadap sejarah dan peradaban Islam masih tergolong rendah. Dalam berbagai survei dan penelitian, minat untuk mempelajari aspek-aspek penting seperti kontribusi Islam terhadap ilmu pengetahuan, kekhalifahan, hingga tokoh-tokoh ilmuwan Muslim, tidak sebanding dengan potensi besar yang dimiliki.

Pertanyaan yang sering muncul adalah: Mengapa masyarakat Islam tampak enggan menggali dan memahami warisan intelektualnya sendiri? Artikel ini akan membahas beberapa alasan di balik rendahnya minat literasi terhadap sejarah dan peradaban Islam, serta pentingnya menghidupkan kembali semangat belajar untuk masa depan umat.

1. Pendidikan Formal yang Kurang Menekankan Sejarah Islam

Salah satu penyebab utama adalah sistem pendidikan formal yang kurang menekankan pentingnya sejarah dan peradaban Islam. Di banyak negara mayoritas Muslim, pelajaran sejarah Islam terbatas pada pengajaran dasar tanpa memberikan penjelasan yang mendalam tentang kontribusi peradaban Islam terhadap dunia.

Fokus pendidikan lebih sering diarahkan pada hal-hal praktis yang dianggap lebih relevan dengan kebutuhan modern. Akibatnya, generasi muda Muslim sering kali tumbuh tanpa pemahaman yang kuat mengenai bagaimana tokoh-tokoh Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, atau Al-Farabi membentuk ilmu pengetahuan modern.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2020, hanya 25% sekolah di negara-negara mayoritas Muslim yang menawarkan kurikulum sejarah Islam yang komprehensif. Sebagian besar materi sejarah yang diajarkan justru lebih menekankan pada sejarah kontemporer atau nasional, bukan warisan global Islam.

2. Pengaruh Budaya Populer dan Konsumerisme

Budaya populer yang didominasi oleh konsumsi media sosial, hiburan, dan tren global juga turut memengaruhi rendahnya minat terhadap sejarah. Dalam era digital saat ini, masyarakat lebih tertarik pada konten-konten ringan dan instan yang tersedia di internet. Kebiasaan ini membuat literasi terhadap topik yang lebih mendalam, seperti sejarah dan peradaban, sering kali diabaikan.

Riset yang dilakukan oleh Pew Research Center pada 2021 menunjukkan bahwa pengguna internet di negara mayoritas Muslim lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengakses konten hiburan (62%) dibandingkan konten pendidikan atau sejarah (14%). Kecenderungan ini memperlihatkan bagaimana konsumerisme budaya populer telah menggeser minat terhadap literasi sejarah.

3. Minimnya Buku dan Sumber Referensi Berkualitas

Akses terhadap buku-buku berkualitas tentang sejarah dan peradaban Islam juga menjadi masalah. Di banyak negara Muslim, jumlah buku sejarah Islam yang mudah diakses oleh masyarakat umum tergolong minim. Sumber daya yang ada sering kali tidak terjangkau atau tidak populer di kalangan pembaca.

Ditambah lagi, buku-buku yang tersedia sering kali ditulis dalam bahasa Arab klasik atau bahasa akademis yang sulit dipahami oleh pembaca umum. Minimnya literatur yang populer dan mudah dimengerti ini menyebabkan masyarakat semakin tidak tertarik untuk mempelajari sejarah Islam secara mendalam.

Sebuah laporan dari International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% dari buku-buku terbitan di negara-negara Muslim yang terkait dengan sejarah Islam. Jumlah ini jauh di bawah negara-negara Barat yang memiliki proporsi literatur sejarah lebih dari 20% dari total penerbitan.

4. Ketidakmampuan Mengaitkan Sejarah dengan Kehidupan Modern

Banyak orang yang merasa bahwa sejarah Islam tidak relevan dengan kehidupan mereka saat ini. Mereka melihat sejarah sebagai sesuatu yang "lampau" dan tidak memiliki hubungan langsung dengan tantangan-tantangan modern. Padahal, banyak pelajaran penting yang bisa dipetik dari sejarah Islam, terutama dalam hal moralitas, etika, dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Misalnya, kontribusi peradaban Islam terhadap ilmu pengetahuan modern, seperti penemuan astrolabe oleh ilmuwan Muslim, atau pengembangan aljabar oleh Al-Khwarizmi, masih berdampak hingga saat ini. Namun, kurangnya narasi yang menghubungkan masa lalu dengan tantangan kontemporer membuat sejarah Islam sering dianggap "tidak berguna."

5. Kurangnya Kesadaran Akan Pentingnya Warisan Intelektual Islam

Minimnya literasi sejarah Islam juga dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya warisan intelektual mereka. Banyak yang tidak mengetahui bahwa peradaban Islam memainkan peran penting dalam menyebarkan pengetahuan Yunani ke Barat, atau bahwa ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina berkontribusi besar dalam bidang kedokteran.

Banyak masyarakat Muslim yang lebih tertarik pada topik-topik yang dianggap lebih praktis atau terkait dengan karier mereka, tanpa menyadari bahwa sejarah Islam penuh dengan inovasi dan pemikiran yang relevan dengan tantangan modern. Pendidikan yang lebih baik tentang warisan intelektual ini dapat membantu membangkitkan minat dan kebanggaan terhadap sejarah Islam.

6. Politisasi Sejarah Islam

Di beberapa negara, sejarah Islam sering kali dipolitisasi dan digunakan sebagai alat untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Politisasi ini menyebabkan banyak orang menjadi skeptis terhadap narasi sejarah yang diajarkan, sehingga mereka cenderung menjauhi topik ini. Pemahaman sejarah yang lebih objektif dan netral sangat diperlukan untuk mengembalikan minat masyarakat terhadap sejarah Islam.

Sebagai contoh, di beberapa negara, narasi sejarah Islam lebih berfokus pada aspek-aspek heroisme politik atau agama, tetapi kurang menekankan kontribusi intelektual yang luas. Hal ini menyebabkan literasi terhadap sejarah Islam menjadi parsial dan kurang komprehensif.

Membangkitkan Kembali Minat Literasi Sejarah Islam

Untuk membangkitkan kembali minat terhadap sejarah dan peradaban Islam, diperlukan upaya yang menyeluruh dari berbagai pihak. Pendidikan formal harus memberikan perhatian lebih besar pada sejarah Islam dengan cara yang menarik dan relevan bagi generasi muda. Selain itu, media, penerbit, dan komunitas harus bekerja sama untuk menyediakan literatur sejarah yang berkualitas, mudah diakses, dan menarik bagi masyarakat luas.

Perkembangan teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan literasi sejarah. Misalnya, dengan membuat konten sejarah Islam yang menarik di media sosial atau platform digital, agar dapat menjangkau audiens yang lebih luas. Masyarakat juga perlu didorong untuk memahami bahwa sejarah Islam bukan hanya cerita masa lalu, tetapi juga sumber inspirasi bagi masa depan.