Mengapa Pemerintah Tampak Abai terhadap Merebaknya Gaya Hidup YOLO, FOMO, dan FOPO?

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Gaya hidup YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinion) semakin mendominasi kehidupan anak muda di Indonesia. Meski tren ini telah jelas memberikan dampak negatif pada kesehatan mental, perilaku sosial, dan ekonomi generasi muda, tampaknya perhatian pemerintah terhadap masalah ini masih minim. Mengapa pemerintah seakan-akan abai terhadap fenomena gaya hidup ini, yang jika tidak segera diatasi, bisa merusak masa depan bangsa?

YOLO, FOMO, dan FOPO: Masalah yang Semakin Meningkat

Sejak era digital semakin mendominasi kehidupan sosial, anak muda dihadapkan pada berbagai tekanan untuk selalu "terlihat" sukses dan bahagia. Ketiga fenomena ini membuat generasi muda rentan terhadap perilaku konsumtif, tekanan sosial, dan masalah mental. Menurut sebuah studi dari Hootsuite dan We Are Social pada tahun 2023, 65% anak muda Indonesia merasa tertekan oleh tuntutan sosial untuk selalu mengikuti tren terkini, baik dalam hal fashion, gaya hidup, hingga pencapaian pribadi.

Namun, alih-alih menyadari risiko ini sebagai ancaman besar bagi masa depan bangsa, langkah nyata dari pemerintah untuk menangani fenomena YOLO, FOMO, dan FOPO masih terbilang sangat minim.

Apakah Pemerintah Belum Menyadari Bahayanya?

Salah satu alasan utama mengapa pemerintah belum terlalu fokus pada gaya hidup ini adalah karena masalah tersebut belum dianggap sebagai ancaman serius yang memerlukan intervensi besar. Banyak yang masih memandang YOLO, FOMO, dan FOPO sebagai tren sosial semata, tanpa melihat dampaknya terhadap kesehatan mental dan kondisi finansial generasi muda.

Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7% pada tahun 2022, dengan mayoritas pengguna berasal dari kalangan anak muda. Sementara itu, laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa pada tahun yang sama, pinjaman online dan judi online meningkat secara signifikan di kalangan usia produktif, terutama mereka yang dipengaruhi oleh gaya hidup YOLO dan FOMO.

Gaya Hidup Digital dan Kebijakan yang Terlambat

Salah satu alasan lain di balik kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah ini adalah regulasi yang cenderung tertinggal dibandingkan perkembangan teknologi dan tren sosial. Peraturan terkait judi online, pinjaman online, hingga penggunaan media sosial belum mampu mengimbangi kecepatan pertumbuhan platform digital dan dampaknya pada generasi muda.

Selain itu, minimnya kampanye kesadaran terkait dampak buruk YOLO, FOMO, dan FOPO menunjukkan bahwa pemerintah belum memprioritaskan edukasi publik mengenai bahaya gaya hidup digital. Padahal, survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 78% responden berusia 18-30 tahun merasa cemas atau tertekan akibat tekanan sosial di media digital.

Solusi: Pemerintah Harus Lebih Serius Menangani Masalah Ini

Jika tidak ada tindakan nyata, generasi muda yang terjebak dalam gaya hidup YOLO, FOMO, dan FOPO akan menghadapi risiko kehilangan stabilitas finansial, kesehatan mental, hingga karir di masa depan. Pemerintah harus segera menyadari bahwa tren ini bukan sekadar fenomena sosial yang bersifat sementara, melainkan ancaman serius terhadap kualitas hidup generasi penerus bangsa.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memperketat regulasi terkait judi online dan pinjaman online, serta memperbanyak kampanye edukasi mengenai manajemen keuangan dan kesehatan mental di kalangan anak muda. Selain itu, pemerintah juga harus bekerja sama dengan platform media sosial untuk meminimalisir konten-konten yang memicu FOMO dan FOPO.

Merebaknya gaya hidup YOLO, FOMO, dan FOPO di kalangan anak muda adalah masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah. Tanpa adanya langkah konkret, generasi muda Indonesia akan terus terjebak dalam siklus perilaku konsumtif, tekanan sosial, dan masalah mental. Pemerintah harus segera bertindak sebelum terlambat.