Mengapa YOLO, FOMO, dan FOPO Bisa Menghancurkan Masa Depan Anak Muda?

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Generasi muda saat ini berada di bawah tekanan yang besar untuk terus mengikuti tren dan memamerkan pencapaian di media sosial. Fenomena YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People's Opinion) bukan hanya gaya hidup semata, tetapi juga bisa menjadi faktor yang merusak masa depan mereka. Mengapa ketiga tren ini dianggap berbahaya? Mari kita telusuri lebih lanjut.

YOLO: Ketika Hidup Sekali Mendorong Keputusan Ceroboh

YOLO, yang berarti "hidup hanya sekali," sering kali digunakan sebagai alasan untuk mengambil risiko besar demi pengalaman instan. Misalnya, banyak anak muda yang terlibat dalam perilaku berbahaya seperti menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak perlu atau terlibat dalam aktivitas seperti judi online atau pinjaman kilat. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 45% dari pengguna pinjaman online di Indonesia adalah anak muda yang berusia di bawah 30 tahun, dan sebagian besar dari mereka terlibat karena kebutuhan gaya hidup instan.

FOMO: Takut Ketinggalan Membuat Keputusan Impulsif

FOMO, atau ketakutan akan ketinggalan tren, adalah fenomena lain yang memengaruhi generasi muda. Dalam dunia di mana media sosial menguasai banyak aspek kehidupan, banyak anak muda merasa terpaksa mengikuti setiap tren, acara, atau pengalaman yang mereka lihat di platform seperti Instagram atau TikTok. Ini sering kali menyebabkan mereka mengorbankan keuangan, kesehatan mental, dan hubungan sosial demi mengikuti apa yang mereka anggap “penting.” Data dari Pew Research Center menyebutkan bahwa 70% anak muda merasa tertekan oleh tuntutan untuk mengikuti tren di media sosial.

FOPO: Ketakutan akan Penilaian Orang Lain Membatasi Kebebasan Diri

FOPO mungkin terdengar asing, tetapi ini adalah kondisi di mana seseorang sangat peduli dengan opini orang lain, sehingga membatasi kebebasan diri mereka. Generasi muda sering kali merasa perlu tampil sempurna di media sosial agar tidak mendapat kritikan dari orang lain. Ketakutan ini dapat memengaruhi perkembangan pribadi dan profesional mereka. Sebuah penelitian oleh Harvard Business Review menemukan bahwa FOPO dapat merusak kreativitas dan inovasi, karena individu lebih cenderung mengambil keputusan yang "aman" agar tidak menimbulkan kontroversi.

Dampak Jangka Panjang: Kehancuran Masa Depan

  1. Keuangan yang Tidak Stabil
    Gaya hidup YOLO dan FOMO sering kali menyebabkan pengeluaran yang tidak terkendali. Sebuah studi oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa 35% dari generasi muda Indonesia mengalami kesulitan keuangan akibat pengeluaran konsumtif yang berlebihan. Ini membuat mereka sulit untuk menabung atau berinvestasi untuk masa depan.
  2. Kesehatan Mental yang Terdegradasi
    Ketiga tren ini juga berkontribusi terhadap peningkatan masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, dan stres. Laporan dari WHO menunjukkan bahwa 1 dari 5 remaja di seluruh dunia mengalami gangguan kesehatan mental, dan sebagian besar dipicu oleh tekanan sosial dan gaya hidup modern.

Cara Mengatasi Pengaruh Negatif YOLO, FOMO, dan FOPO

Untuk mencegah dampak buruk dari ketiga fenomena ini, pendidikan dan kesadaran sangat penting. Orang tua, pendidik, dan pemerintah harus berperan dalam memberikan pemahaman tentang pengelolaan keuangan, kesehatan mental, dan cara menghadapi tekanan sosial. Mendorong anak muda untuk lebih fokus pada nilai-nilai jangka panjang dan pembangunan diri bisa menjadi langkah awal yang efektif.

Gaya hidup YOLO, FOMO, dan FOPO membawa banyak risiko yang tidak bisa diabaikan. Ketiga tren ini, jika dibiarkan tanpa kontrol, dapat merusak masa depan anak muda secara finansial, sosial, dan mental. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk mengambil langkah yang tepat untuk menghindari jebakan ini dan fokus pada pengembangan diri yang lebih sehat dan berkelanjutan.