Socrates: “Saya hanya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa.”

Socrates dan Plato
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Socrates, salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah, terkenal dengan pernyataannya yang mengundang kontroversi: “Saya hanya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa.” Bagi sebagian orang, pernyataan ini tampak seperti bentuk kebodohan atau bahkan penghinaan terhadap pengetahuan. Namun, bagi yang mendalami filsafat, ungkapan ini justru dianggap sebagai puncak kebijaksanaan. Mengapa Socrates memilih untuk merendahkan dirinya dengan mengakui ketidaktahuannya? Apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan melalui pernyataan ini?

Konteks Pemikiran Socrates: Mengakui Ketidaktahuan sebagai Kebijaksanaan

Socrates hidup di Athena pada abad ke-5 SM, masa di mana kota itu menjadi pusat kebudayaan, politik, dan intelektual. Saat itu, banyak pemikir, retorikawan, dan sofis yang menawarkan ajaran tentang kebijaksanaan dan pengetahuan. Berbeda dengan mereka, Socrates tidak pernah mengklaim dirinya sebagai orang bijak atau mengajar dengan cara yang dogmatis. Sebaliknya, ia lebih sering mempertanyakan keyakinan orang lain, menantang mereka untuk mempertimbangkan ulang asumsi-asumsi mereka.

Dalam dialog-dialog yang dicatat oleh muridnya, Plato, Socrates kerap menggunakan metode bertanya atau dikenal sebagai dialektika Socrates. Metode ini melibatkan serangkaian pertanyaan yang menggali konsep-konsep dasar hingga keyakinan seseorang mulai goyah. Bagi Socrates, proses ini penting karena ia percaya bahwa banyak orang hidup dalam ilusi pengetahuan. Dengan mengaku bahwa ia tidak tahu apa-apa, Socrates sebenarnya mengingatkan bahwa pengetahuan sejati bukanlah tentang memiliki jawaban, tetapi tentang terus mempertanyakan dan mencari kebenaran.

Mengapa Socrates Menganggap Ketidaktahuan sebagai Kebijaksanaan?

Socrates memandang bahwa mengakui ketidaktahuan adalah langkah pertama menuju kebijaksanaan. Hal ini tidak hanya berarti ia merendahkan diri di hadapan orang lain, tetapi juga merupakan kritik terhadap kesombongan intelektual yang sering muncul dari klaim-klaim kepastian tanpa dasar. Bagi Socrates, mereka yang berpikir bahwa mereka tahu segalanya justru menunjukkan kebodohan karena mereka menutup diri dari pembelajaran lebih lanjut.

Dengan mengakui bahwa ia tidak tahu apa-apa, Socrates menempatkan dirinya dalam posisi terbuka untuk terus belajar dan mencari kebenaran. Ia percaya bahwa setiap orang harus memiliki sikap rendah hati terhadap pengetahuan, karena pada kenyataannya, pengetahuan manusia sangat terbatas. Sikap inilah yang kemudian dianggap sebagai puncak kebijaksanaan Socrates: kesadaran akan keterbatasan diri dan kemauan untuk terus belajar.

Respon Athena: Dari Kekaguman hingga Penghinaan

Namun, sikap Socrates ini tidak selalu diterima dengan baik. Sebagian besar warga Athena menganggapnya sebagai ancaman terhadap norma-norma yang berlaku. Dalam banyak kesempatan, Socrates dianggap merusak tatanan sosial dengan mempertanyakan nilai-nilai yang sudah mapan. Ia sering berdebat dengan para pemimpin, ahli retorika, dan tokoh penting lainnya, membuat banyak orang merasa terancam oleh cara berpikirnya yang berbeda.

Pada akhirnya, Socrates dituduh merusak pemuda Athena dan tidak mempercayai dewa-dewa kota, tuduhan yang akhirnya mengarah pada hukuman mati. Proses pengadilan Socrates merupakan salah satu momen paling dramatis dalam sejarah filsafat, di mana ia dengan tenang menerima keputusan yang dijatuhkan padanya. Bahkan di saat-saat terakhir hidupnya, Socrates tetap teguh pada keyakinannya bahwa hidup tanpa pertanyaan adalah hidup yang tidak layak dijalani.

Pelajaran dari Socrates: Kebijaksanaan di Tengah Ketidakpastian

Pernyataan Socrates bahwa ia tidak tahu apa-apa seharusnya dilihat sebagai ajakan untuk mengadopsi sikap rendah hati dan kritis terhadap pengetahuan. Dalam dunia yang penuh dengan informasi seperti saat ini, pelajaran dari Socrates tetap relevan. Terlalu sering kita melihat orang-orang yang dengan mudahnya mengklaim tahu segalanya, terutama di era media sosial di mana opini sering kali dianggap sebagai fakta.

Socrates mengajarkan kita untuk selalu mempertanyakan apa yang kita anggap sebagai kebenaran. Daripada menganggap pengetahuan sebagai sesuatu yang pasti, Socrates mendorong kita untuk melihatnya sebagai proses yang terus berkembang. Dengan cara ini, kita menjadi lebih terbuka, tidak hanya terhadap ide-ide baru, tetapi juga terhadap kemungkinan bahwa apa yang kita yakini saat ini bisa saja salah.

Mengapa Kebijaksanaan Socrates Masih Penting Hari Ini?

Sikap Socrates yang mengakui ketidaktahuan dan selalu mencari kebenaran adalah cerminan dari kebijaksanaan sejati. Di dunia yang semakin kompleks, dengan banyaknya tantangan dan perubahan, kebijaksanaan Socrates mengingatkan kita untuk tetap kritis dan tidak cepat merasa puas dengan pengetahuan yang ada.

Dengan terus belajar dan terbuka terhadap perspektif lain, kita bisa menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan dan menjalani kehidupan. Di balik pengakuannya yang tampak sederhana, “Saya hanya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa,” Socrates menunjukkan kepada kita bahwa kebijaksanaan sejati bukan tentang memiliki semua jawaban, tetapi tentang selalu mencari, bertanya, dan bersedia untuk belajar.