Dua Puisi Cinta Sapardi Djoko Damono, Menggambarkan Ketulusan dan Pengorbanan Cinta

Sapardi Djoko Damono, pengarang puisi Hujan Bulan Juni
Sumber :
  • instagram damonosapardi

Makassar, WISATASapardi Djoko Damono yang akrab dipanggil ‘SDD’ adalah penyair Indonesia yang termasuk dalam pengarang Indonesia angkatan 70-an. Ia lahir pada tanggal 20 Maret 1940 dan meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020. Menjalani sebagian besar masa mudanya di Solo, Sapardi kemudian kuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada.

Ia melanjutkan studi di Universitas Honolulu di Hawaii, kemudian mengambil program doktoral di Universitas Indonesia. Kariernya kemudian berkembang menjadi dosen sastra hingga ia menjadi guru besar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia. Selain berkecimpung di dunia akademisi, SDD juga menjadi redaktur beberapa majalah sastra tanah air seperti Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, dan menjadi country editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur.

Selain menulis puisi, SDD juga menulis cerpen, buku-buku teori dan telaah sastra, menerjemahkan beberapa karya sastra asing, aktif dalam berbagai ajang sastra internasional, dan memperoleh banyak penghargaan di dunia sastra. Puisi SDD dikenal sederhana namun memiliki makna yang sangat dalam. Meskipun ia termasuk pengarang angkatan 70-an, namun banyak puisinya yang digemari anak-anak muda, terutama puisi cinta yang sederhana tapi manis.

Berikut dua puisi cinta dari SDD yang cukup popular di kalangan anak muda, yaitu “Aku Ingin” dan “Hujan Bulan Juni”.

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu

Puisi ‘Aku Ingin’ adalah puisi yang menggambarkan tentang cinta yang sederhana, namun dilandasi ketulusan. Sedangkan puisi ‘Hujan Bulan Juni’ adalah puisi yang menggambarkan penantian dalam kesabaran dan cinta yang tulus, yang akhirnya mendapatkan kebahagiaan.

Dalam sebuah podcast di youtube, SDD pernah mengatakan bahwa hujan itu penting ketika ia turun di saat sudah tidak musim hujan. Saat tanah-tanah rekah, kehadiran hujan dirindukan, dengan hadirnya yang menyentuh tanah kering, menguarkan aroma yang khas. Irama hujan yang jatuh menyentuh tanah kering, bak musik yang hadir mendinginkan hati. Saat itulah SDD menuliskan “Hujan Bulan Juni”, romantis sekali, ya?

Sobat wisata-viva penggemar puisi, boleh dicoba menyelipkan puisi karya SDD ini dalam kotak hadiah ulang tahun pasangan Anda, atau sekalian membacakannya di depan kekasih hati. Pasti kekasih Anda senyum-senyum dibuatnya

Makassar, WISATASapardi Djoko Damono yang akrab dipanggil ‘SDD’ adalah penyair Indonesia yang termasuk dalam pengarang Indonesia angkatan 70-an. Ia lahir pada tanggal 20 Maret 1940 dan meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020. Menjalani sebagian besar masa mudanya di Solo, Sapardi kemudian kuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada.

Ia melanjutkan studi di Universitas Honolulu di Hawaii, kemudian mengambil program doktoral di Universitas Indonesia. Kariernya kemudian berkembang menjadi dosen sastra hingga ia menjadi guru besar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia. Selain berkecimpung di dunia akademisi, SDD juga menjadi redaktur beberapa majalah sastra tanah air seperti Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, dan menjadi country editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur.

Selain menulis puisi, SDD juga menulis cerpen, buku-buku teori dan telaah sastra, menerjemahkan beberapa karya sastra asing, aktif dalam berbagai ajang sastra internasional, dan memperoleh banyak penghargaan di dunia sastra. Puisi SDD dikenal sederhana namun memiliki makna yang sangat dalam. Meskipun ia termasuk pengarang angkatan 70-an, namun banyak puisinya yang digemari anak-anak muda, terutama puisi cinta yang sederhana tapi manis.

Berikut dua puisi cinta dari SDD yang cukup popular di kalangan anak muda, yaitu “Aku Ingin” dan “Hujan Bulan Juni”.

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu

Puisi ‘Aku Ingin’ adalah puisi yang menggambarkan tentang cinta yang sederhana, namun dilandasi ketulusan. Sedangkan puisi ‘Hujan Bulan Juni’ adalah puisi yang menggambarkan penantian dalam kesabaran dan cinta yang tulus, yang akhirnya mendapatkan kebahagiaan.

Dalam sebuah podcast di youtube, SDD pernah mengatakan bahwa hujan itu penting ketika ia turun di saat sudah tidak musim hujan. Saat tanah-tanah rekah, kehadiran hujan dirindukan, dengan hadirnya yang menyentuh tanah kering, menguarkan aroma yang khas. Irama hujan yang jatuh menyentuh tanah kering, bak musik yang hadir mendinginkan hati. Saat itulah SDD menuliskan “Hujan Bulan Juni”, romantis sekali, ya?

Sobat wisata-viva penggemar puisi, boleh dicoba menyelipkan puisi karya SDD ini dalam kotak hadiah ulang tahun pasangan Anda, atau sekalian membacakannya di depan kekasih hati. Pasti kekasih Anda senyum-senyum dibuatnya