PNEUMONIA: Tingkat Keparahan Akibat Bakteri Mycoplasma Pneumoniae Lebih Rendah dari Covid-19

Dokter Spesialis Anak RS Cipto Mangunkusumo, dr. Nastiti Kaswandani
Sumber :
  • infopublik.id

WisataDokter Spesialis Anak RS Cipto Mangunkusumo, dr. Nastiti Kaswandani menegaskan, tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan virus Covid-19.

“Tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah, hanya 0,5 sampai dua persen, itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata dr. Nastiti (7/12/2023).

Karena itu, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia, lantaran gejalanya cenderung ringan sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan.

“Anaknya cukup baik kondisi klinisnya, sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” ujar dr. Nastiti.

Sementara itu, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, Jakarta, Prof. Erlina Burhan menyebut, bahwa pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru.

Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode tahun 1930-an.

Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia, lantaran bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa, yang mayoritas menyerang anak-anak.

Prof. Erlina mengatakan karena bukan penyakit baru, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari, karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS Kesehatan.

“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” kata Prof. Erlina.

Prof. Erlina menambahkan, yang terpenting saat ini, adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Kasus Pneumonia Misterius, Dokter RSA UGM Imbau Warga Tidak Panik

Photo :
  • ugm.ac.id
Menurutnya, hal tersebut adalah kunci utama pencegahan penyakit ini.

Selain itu, menurut Prof. Erlina, masyarakat juga perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) untuk menurunkan risiko penyakit pernapasan.