Suku Māori Berpakaian Tradisional Turun ke Jalan Menolak RUU Kontroversial

Suku Maori
Sumber :
  • IG/sharkysmedia

Jakarta, WISATA – Puluhan ribu anggota suku Māori, pribumi Selandia Baru, turun ke jalan di Wellington untuk melakukan protes besar-besaran pada 19 November 2024. Mereka menolak rancangan undang-undang (RUU) baru yang dinilai akan memangkas hak-hak suku pribumi yang telah dijajah kolonial Eropa sejak abad ke-19.

Latar belakang protes ini dipicu oleh RUU yang diajukan oleh Partai ACT, anggota koalisi pemerintah yang berhaluan libertarian. RUU tersebut bertujuan untuk mendefinisikan ulang prinsip-prinsip Perjanjian Waitangi, perjanjian tahun 1840 antara kepala suku Māori dan Kerajaan Inggris yang dianggap sebagai dokumen pendiri bangsa.

Perjanjian Waitangi menguraikan prinsip-prinsip yang memandu hubungan antara Kerajaan Inggris dan suku Māori, dalam dua versi—satu dalam bahasa Inggris dan yang lainnya dalam bahasa Māori. Namun, versi Inggris dan Māori berbeda dalam hal kekuasaan yang diserahkan para kepala suku atas urusan, tanah, dan otonomi mereka.

Para pengunjuk rasa, termasuk warga etnis Māori dengan pakaian tradisional, berbaris di Parlemen Selandia Baru di Wellington. Mereka menentang RUU yang mereka katakan dapat mengikis hak-hak penduduk asli. Bagi banyak orang, ini adalah tentang sesuatu yang lebih besar: perayaan atas kebangkitan bahasa dan identitas pribumi yang hampir dimusnahkan oleh penjajahan. Mereka memperjuangkan hak-hak yang diperjuangkan oleh nenek moyang mereka dan berjuang untuk generasi mendatang agar dapat memperoleh apa yang belum dapat mereka miliki.

Perdana Menteri Christopher Luxon menyatakan bahwa RUU tersebut tidak akan disahkan menjadi undang-undang setelah pembacaan pertama, tetapi mengizinkan pengajuan RUU ke Parlemen untuk dibahas setelah memicu ketegangan rasial. Pemimpin ACT, David Seymour, mengatakan bahwa cara pengadilan menafsirkan Perjanjian tersebut memberikan hak lebih besar kepada suku Māori berdasarkan ras. Namun, para kritikus menganggap hal ini sebagai upaya melemahkan suara yang lebih besar bagi suku Māori setelah puluhan tahun diskriminasi.

Protes besar-besaran ini menunjukkan meningkatnya solidaritas terhadap hak-hak masyarakat adat dari pihak non-Māori. Aksi ini mungkin merupakan protes terbesar yang pernah terjadi di negara tersebut dalam mendukung hak-hak suku Māori, sebuah isu yang telah menjadi perhatian Selandia Baru modern sejak awal sejarahnya. Dengan gerakan penuh energi dan makna, protes ini berhasil menyuarakan keberatan terhadap RUU yang dianggap merugikan hak-hak suku Māori.