Krisis Iklim Terus Memburuk: Mengapa Banyak Negara Enggan Memenuhi Paris Agreement?

Global Warming and Climate Change
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Tahun 2024 menandai titik kritis dalam perjuangan melawan perubahan iklim. Meski Paris Agreement sudah berjalan hampir satu dekade, banyak negara gagal memenuhi komitmen mereka. Dengan suhu global yang mendekati ambang batas 1,5°C, apa yang menghalangi negara-negara untuk bertindak?

Kesenjangan Antara Janji dan Aksi
Salah satu alasan utama kegagalan ini adalah kurangnya arsitektur kebijakan yang efektif. Target ambisius sering kali tidak diikuti dengan rencana implementasi yang realistis. Harga karbon global yang rendah menjadi bukti lemahnya insentif ekonomi untuk mengurangi emisi. Beberapa negara juga enggan berkomitmen karena takut akan dampak jangka pendek terhadap ekonomi mereka.

Dinamika Politik dan Ekonomi
Banyak negara menghadapi tekanan domestik yang mempersulit penerapan kebijakan iklim. Industri-industri besar seperti minyak dan gas, yang memiliki pengaruh politik kuat, sering kali menghalangi regulasi ketat. Di sisi lain, negara-negara berkembang menghadapi dilema antara kebutuhan untuk pertumbuhan ekonomi dan komitmen lingkungan.

Risiko Jika Tidak Bertindak
Jika langkah nyata tidak diambil, konsekuensinya akan sangat parah. Proyeksi menunjukkan bahwa tanpa perubahan, suhu global akan melampaui 2°C pada 2050, menyebabkan bencana seperti banjir besar, gelombang panas mematikan, dan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Berikut adalah beberapa risiko utama jika tindakan terhadap perubahan iklim tidak segera diambil:

1. Kerugian Ekonomi yang Meluas

  • Diperkirakan pemanasan global akan mengakibatkan kerugian ekonomi global sebesar $38 triliun setiap tahun hingga 2050.
  • Pendapatan global bisa menurun hingga 19% bahkan jika langkah-langkah mitigasi dilakukan, dan dampaknya lebih buruk tanpa tindakan konkret.

2. Bencana Alam yang Lebih Intens dan Sering

  • Banjir besar diproyeksikan menyebabkan lebih dari 8,5 juta kematian pada 2025.
  • Gelombang panas ekstrem dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja secara drastis, memengaruhi sektor pertanian dan manufaktur secara global.

3. Krisis Pangan

  • Hasil panen seperti gandum dan jagung terus menurun akibat suhu tinggi dan kekeringan. Hal ini meningkatkan risiko kelaparan di negara berkembang.

4. Kehancuran Ekosistem

  • Tanpa batasan suhu pada 1,5°C, hingga 90% terumbu karang tropis diperkirakan akan hilang. Ini mengancam keanekaragaman hayati laut dan sektor perikanan.

5. Kesehatan yang Memburuk

  • Pemanasan global akan menyebabkan kerugian $1,1 triliun dalam biaya kesehatan akibat penyakit yang terkait dengan iklim, seperti malaria dan gelombang panas.

6. Ketidakstabilan Sosial dan Politik

  • Krisis iklim dapat memicu migrasi massal, konflik sumber daya, dan ketidakstabilan geopolitik, terutama di wilayah rentan seperti Asia-Pasifik dan Afrika.

7. Kenaikan Permukaan Laut

  • Permukaan laut diperkirakan naik hingga 1 meter pada akhir abad ini, yang dapat mengakibatkan puluhan juta orang kehilangan tempat tinggal.

 

Keseluruhan risiko ini menunjukkan bahwa menunda aksi hanya akan memperbesar kerusakan di masa depan. Aksi segera untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan adaptasi adalah langkah esensial untuk meminimalkan dampak yang tidak dapat dipulihkan.

Apa yang Harus Dilakukan?
Negara-negara perlu mendesain ulang pendekatan mereka terhadap perubahan iklim. Penetapan target yang lebih realistis, penerapan kebijakan berbasis pasar seperti pajak karbon, dan peningkatan pendanaan untuk teknologi hijau adalah langkah-langkah yang dapat membantu. Selain itu, transparansi dan kolaborasi global harus ditingkatkan untuk menghindari pengkhianatan komitmen internasional.

Paris Agreement adalah fondasi yang baik, tetapi fondasi ini harus diperkuat dengan aksi nyata. Jika dunia terus menunda, krisis iklim akan semakin sulit diatasi, dan generasi mendatang akan membayar harga yang sangat mahal.