Hero Hore, Novel Kepahlawanan Karya Tije Ponye, Siap Saingi "Harry Potter" karya J.K. Rowling
- Aldi Candra/Istimewa
Sleman, WISATA – Di tengah era digital di mana minat baca buku menurun drastis, terutama di kalangan anak muda Indonesia, sebuah kejutan datang dari Desa Wisata Pentingsari, Cangkringan, Sleman. Pada 10 November 2024, tepat di Hari Pahlawan, novel fiksi fantasi lokal "Hero Hore" jilid 2 karya Tije Ponye diluncurkan. Buku ini melanjutkan kesuksesan jilid pertama yang diluncurkan lima tahun lalu di Yogyakarta.
Novel ini merupakan karya Tije Ponye, nama pena dari Tono Junaidi, seorang lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM). Tije, yang memiliki bakat seni dan kecintaan mendalam pada literatur fantasi, berambisi untuk menghadirkan karya fiksi petualangan yang relevan dan dapat dinikmati oleh para pembaca lokal, khususnya mereka yang mencari alternatif cerita heroik selain dari novel-novel populer internasional seperti "Harry Potter."
Pandemi dan Tantangan Penerbitan
Awalnya, Tije berencana meluncurkan jilid kedua dari novel ini satu atau dua tahun setelah jilid pertama. Namun, pandemi COVID-19 yang melanda dunia memaksa dirinya menunda peluncuran tersebut. "Pandemi ini membawa dampak besar, termasuk pada sektor penerbitan. Selain kesulitan distribusi, kami juga menghadapi krisis permodalan yang membuat proses pencetakan menjadi lebih lambat," kata Tije saat ditemui di lokasi peluncuran.
Namun, meski dihantam berbagai kendala, Tije tetap semangat membawa karyanya ke hadapan publik. Baginya, peluncuran jilid kedua ini adalah bukti eksistensi seninya, bahwa setiap seniman harus menghasilkan karya nyata sebagai bukti dedikasinya dalam bidang seni.
Minat Baca Masyarakat yang Menurun
Menyadari fenomena rendahnya minat baca di kalangan masyarakat, terutama generasi muda, Tije berkomentar bahwa hal ini adalah masalah yang sudah berlangsung lama. "Sejak dahulu, tingkat literasi di negara ini cukup rendah. Apalagi sekarang, ketika media sosial semakin mendominasi dan banyak orang lebih suka menonton video daripada membaca," ujarnya.
Namun, ia tetap optimis bahwa karyanya bisa menemukan pembaca setianya. Tije berharap bahwa "Hero Hore" bisa menarik perhatian penggemar cerita petualangan yang sebelumnya mungkin menggemari buku-buku seperti "Harry Potter," "Laskar Pelangi," atau bahkan seri klasik seperti "Lima Sekawan."
Mengikuti Jejak Kesuksesan Novel Fantasi Dunia
Tije tidak menutupi inspirasinya yang datang dari novel fantasi populer seperti "Harry Potter" karya J.K. Rowling, serta dari film-film pahlawan super seperti "The Avengers" dari Marvel dan serial televisi "The A Team." "Kisah-kisah ini menyuguhkan tema kepahlawanan dan kerja sama tim dalam menghadapi para penjahat, yang menjadi elemen utama dalam 'Hero Hore,'" ungkapnya.
Sama seperti "Harry Potter," yang memiliki tujuh jilid, Tije berencana menjadikan "Hero Hore" sebuah seri panjang dengan total sembilan jilid. Namun, ia menyadari bahwa rencana ini mungkin harus disesuaikan, tergantung situasi dan minat pasar. Jika tantangan terus meningkat, Tije tidak menutup kemungkinan untuk memadatkan cerita menjadi lima jilid saja.
Tanpa Kisah Asmara: Pilihan yang Unik dan Berani
Berbeda dengan banyak novel remaja lainnya yang biasanya menyelipkan kisah cinta sebagai salah satu daya tarik, "Hero Hore" justru secara tegas menolak adanya romansa. Di bagian belakang buku, Tije menuliskan disclaimer yang menyatakan bahwa tidak akan ada unsur asmara dalam novel ini. "Saya ingin pembaca fokus pada kisah petualangan, bukan drama percintaan," jelasnya.
Hal ini, menurutnya, juga bertujuan agar orang tua merasa lebih nyaman saat memberikan novel ini kepada anak-anak atau keponakan mereka. "Saya ingin memastikan bahwa buku ini bisa dinikmati oleh pembaca segala usia, terutama anak muda yang perlu mendapatkan inspirasi tentang kepahlawanan dan kerja sama tim, tanpa perlu terganggu oleh kisah romansa," tambahnya.
Memanfaatkan Media Sosial dan Teknologi AI untuk Promosi
Di era digital seperti sekarang, promosi lewat media sosial menjadi pilihan utama bagi Tije. Ia menyadari bahwa dirinya belum terkenal, namun yakin bahwa promosi di platform seperti Instagram dan YouTube bisa membantu novel "Hero Hore" mendapatkan eksposur lebih luas. "Media sosial adalah alat yang sangat kuat untuk menyebarkan informasi. Dengan sedikit usaha, siapa tahu saya bisa mencapai popularitas seperti Andrea Hirata," katanya penuh harap.
Selain promosi, Tije juga mempertimbangkan untuk menjual buku ini dalam format digital seperti PDF agar dapat diakses lebih mudah melalui ponsel. Bahkan, ia terbuka dengan ide mengubah "Hero Hore" menjadi cerita bersambung di platform online. "Jika format digital lebih diterima, saya tak ragu menjadikannya cerita berkelanjutan di portal-portal online agar lebih mudah diakses oleh pembaca," tambahnya.
Impian Menghadirkan "Hero Hore" dalam Bentuk Film
Satu impian besar Tije adalah melihat "Hero Hore" diangkat ke layar lebar. Dia membayangkan novel ini bisa menjadi film aksi, baik dalam bentuk animasi maupun live-action. Dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang membuat produksi film semakin mudah dan murah, Tije percaya bahwa film adaptasi dari karya lokal bukanlah sesuatu yang mustahil.
"Seperti 'Avengers' atau 'Agen Ali,' saya ingin melihat 'Hero Hore' mengisi layar bioskop, menghibur masyarakat Indonesia, terutama anak-anak dan remaja yang membutuhkan sosok hero lokal," ungkapnya penuh semangat. Baginya, film bisa menjadi medium yang kuat untuk menyebarkan pesan kepahlawanan kepada generasi muda.
Kehidupan Lain Tije Ponye di Luar Sastra
Selain menulis, Tije juga memiliki hobi lain yang cukup unik. Ia dikenal aktif sebagai atlet terjun payung dan telah mengikuti berbagai kejuaraan nasional. Tak hanya itu, ia juga menciptakan lagu-lagu yang telah diunggah di platform YouTube, salah satu lagunya yang terkenal berjudul "Salam Jogja." Bagi Tije, seni adalah sarana untuk mengekspresikan diri dan menginspirasi orang lain.
Peluncuran di Hari Pahlawan, Sebuah Simbol Kepahlawanan
Tije sengaja meluncurkan buku ini di Hari Pahlawan untuk mengingatkan pembaca, terutama generasi muda, akan pentingnya nilai-nilai kepahlawanan. Bagi Tije, setiap orang bisa menjadi pahlawan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun hanya sebagai pendukung. "Saya berharap anak-anak muda Indonesia bisa menjadi 'Penghero' meskipun hanya sebagai 'Penghore' – pendukung di belakang layar yang ikut berjuang untuk kebaikan," ujarnya menutup perbincangan.
Buku "Hero Hore" bukan sekadar novel fantasi biasa, melainkan simbol dari perjuangan, kreativitas, dan semangat juang seorang penulis lokal untuk menghadirkan literatur yang relevan dan menginspirasi. Melalui peluncuran ini, Tije berharap karya-karyanya mampu memberikan warna baru di dunia literasi Indonesia dan mengajak generasi muda untuk meneladani nilai-nilai kepahlawanan yang diusungnya.