Penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Portugal untuk Komitmen Perlindungan Hutan
- IG/kamisungaiutik
WISATA – Ketua Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik – Apai Janggut telah menerima penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Yayasan Calouste Gulbenkian Lisabon, Portugal. Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi bagi mereka yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem.
Dilansir dari kemlu.go.id, ada tiga pemenang yang ditetapkan dalam kegiatan tersebut. Kedua pemenang lainnya adalah dari Kamerun dan Brazil.
Penghargaan ini diberikan oleh António Feijó, Presiden Yayasan Gulbenkian dan Angela Merkel, Ketua Juri Gulbenkian Prize for Humanity, dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa dan PM Portugal Antonio Costa, minggu yang lalu. Turut hadir juga di acara tersebut Rudy Alfonso, Duta Besar RI untuk Portugal.
Menurut Apai Janggut, hutan adalah sumber hidup yang sudah diturunkan oleh leluhur sejak dulu. Menjaga hutan adalah bagian dari budaya masyarakat adat Dayak Iban. Karena di dalam hutan tersebut terdapat ladang, tanaman obat, sungai, kuburan keramat leluhur yang sudah meninggal yang harus dijaga." Apai Janggut juga menyampaikan rasa bangganya karena aksi lokalnya bermanfaat bagi dunia.
Para pemenang menerima hadiah yang ditujukan untuk mendukung dan melanjutkan kegiatan yang sudah dilakukan, agar dapat meningkatkan aksi kerja mereka bagi restorasi ekosistem dan upaya mengatasi isu perubahan iklim, baik di tingkat tapak, nasional maupun global.
Selanjutnya Remang - Kepala Desa Batu Lintang, masyarakat Sungai Utik, yang turut mendampingi Apai Janggut menyampaikan bahwa hadiah yang didapat akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam menghadapi tantangan ke depan, serta untuk peningkatan kapasitas generasi muda dan menyiapkan pendidikan yang lebih baik. Selain itu juga untuk pengembangan alternatif pendapatan jangka panjang seperti ekowisata dan PES (Payment Ecosystem Services).
Perlu diketahui bahwa masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik sebelumnya telah mendapatkan penghargaan nasional Kalpataru dari pemerintah Indonesia, dan UNDP Equator prize pada tahun 2019, atas upaya mereka mempertahankan hutannya dari penebangan liar, perambahan dan konversi lahan oleh perusahaan.
Penghargaan ini membuktikan bahwa hutan dapat memberikan manfaat lebih ketika hidup. Aksi lokal Masyarakat Adat Sungai Utik dalam aksi mitigasi perubahan iklim memberikan manfaat tidak saja bagi masyarakat itu sendiri, tapi juga bagi negara dan dunia
WISATA – Ketua Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik – Apai Janggut telah menerima penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Yayasan Calouste Gulbenkian Lisabon, Portugal. Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi bagi mereka yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem.
Dilansir dari kemlu.go.id, ada tiga pemenang yang ditetapkan dalam kegiatan tersebut. Kedua pemenang lainnya adalah dari Kamerun dan Brazil.
Penghargaan ini diberikan oleh António Feijó, Presiden Yayasan Gulbenkian dan Angela Merkel, Ketua Juri Gulbenkian Prize for Humanity, dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa dan PM Portugal Antonio Costa, minggu yang lalu. Turut hadir juga di acara tersebut Rudy Alfonso, Duta Besar RI untuk Portugal.
Menurut Apai Janggut, hutan adalah sumber hidup yang sudah diturunkan oleh leluhur sejak dulu. Menjaga hutan adalah bagian dari budaya masyarakat adat Dayak Iban. Karena di dalam hutan tersebut terdapat ladang, tanaman obat, sungai, kuburan keramat leluhur yang sudah meninggal yang harus dijaga." Apai Janggut juga menyampaikan rasa bangganya karena aksi lokalnya bermanfaat bagi dunia.
Para pemenang menerima hadiah yang ditujukan untuk mendukung dan melanjutkan kegiatan yang sudah dilakukan, agar dapat meningkatkan aksi kerja mereka bagi restorasi ekosistem dan upaya mengatasi isu perubahan iklim, baik di tingkat tapak, nasional maupun global.
Selanjutnya Remang - Kepala Desa Batu Lintang, masyarakat Sungai Utik, yang turut mendampingi Apai Janggut menyampaikan bahwa hadiah yang didapat akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam menghadapi tantangan ke depan, serta untuk peningkatan kapasitas generasi muda dan menyiapkan pendidikan yang lebih baik. Selain itu juga untuk pengembangan alternatif pendapatan jangka panjang seperti ekowisata dan PES (Payment Ecosystem Services).
Perlu diketahui bahwa masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik sebelumnya telah mendapatkan penghargaan nasional Kalpataru dari pemerintah Indonesia, dan UNDP Equator prize pada tahun 2019, atas upaya mereka mempertahankan hutannya dari penebangan liar, perambahan dan konversi lahan oleh perusahaan.
Penghargaan ini membuktikan bahwa hutan dapat memberikan manfaat lebih ketika hidup. Aksi lokal Masyarakat Adat Sungai Utik dalam aksi mitigasi perubahan iklim memberikan manfaat tidak saja bagi masyarakat itu sendiri, tapi juga bagi negara dan dunia