Lawan Regulasi Deforestasi Uni Eropa: Indonesia Desak Aksi Bersama Hadapi Kebijakan Diskriminatif

Pertemuan Tingkat Menteri Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN ke-24
Sumber :
  • Kemenko perekonomian

Jakarta, WISATA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Pertemuan Tingkat Menteri Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN ke-24 di Laos, mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk bersatu menghadapi kebijakan global yang diskriminatif, khususnya terkait regulasi deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation - EUDR). Menko Airlangga menilai kebijakan tersebut dapat menghambat perdagangan dan merugikan sektor manufaktur ASEAN, khususnya yang bergantung pada produk berbasis kayu, tanaman, dan perkebunan.

Indonesia dan Malaysia Usulkan Gugus Tugas Bersama Uni Eropa

Pelaksanaan EUDR yang seharusnya berlaku pada Desember 2024 telah diundur hingga 2026. Namun, Indonesia tetap bersikeras bahwa aturan ini tidak bisa diterapkan dengan data yang tidak relevan. “EUDR menggunakan data kondisi hutan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Hal ini merugikan negara-negara ASEAN yang perekonomiannya bergantung pada komoditas tersebut,” tegas Menko Airlangga.

Sebagai langkah konkrit, Indonesia bersama Malaysia telah mengusulkan pembentukan Gugus Tugas bersama Uni Eropa. Gugus tugas ini bertujuan untuk membuka dialog mengenai penggunaan data geospasial yang akurat dan dapat diterima oleh semua pihak. Inisiatif ini didukung oleh beberapa mitra internasional seperti Amerika Serikat dan Jerman yang juga mengungkapkan keberatan terhadap EUDR.

Prioritas Agenda Keberlanjutan ASEAN

Pertemuan kali ini juga fokus membahas agenda keberlanjutan ASEAN, yang mencakup lima keluaran prioritas, yaitu:

  1. Implementasi Kerangka Ekonomi Sirkuler: Mendorong daur ulang dan penggunaan kembali sumber daya.
  2. Strategi Netralitas Karbon: Mengurangi emisi karbon dalam sektor-sektor kunci.
  3. Pengembangan Investasi Keberlanjutan: Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi ramah lingkungan.
  4. Rencana Aksi Pertanian Berkelanjutan: Mengoptimalkan produksi pangan dengan cara yang ramah lingkungan.
  5. Pelaksanaan Kerangka Ekonomi Biru: Mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan.

Langkah-langkah ini dipandang penting untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi ASEAN dan perlindungan lingkungan hidup.

Respon Proaktif ASEAN Terhadap Kebijakan Global

Menko Airlangga menekankan pentingnya bagi ASEAN untuk merespon kebijakan keberlanjutan global dengan sikap yang kompak dan terukur. “Kami berharap ASEAN bisa menjadi lebih proaktif dalam merespon kebijakan dunia yang diskriminatif, seperti EUDR, yang dapat berdampak buruk pada masyarakat dan ekonomi kita,” ungkapnya.

Selain itu, Menko Airlangga juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan kemampuan negara-negara ASEAN dalam menghadapi tantangan keberlanjutan global. “Kita harus memastikan bahwa kita memiliki sumber daya dan kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan keberlanjutan ini dengan cara yang pragmatis,” tambahnya.

Memperkuat Dialog dengan Mitra Internasional

ASEAN juga didorong untuk memperkuat posisinya dalam dialog dengan mitra-mitra internasional. Melalui keterlibatan aktif dalam forum-forum global, ASEAN dapat memberikan masukan strategis dalam merumuskan kebijakan yang lebih adil dan inklusif.

Pertemuan AECC ke-24 ini dihadiri oleh 8 Menteri dari negara-negara ASEAN, serta perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan pejabat tinggi lainnya dari negara-negara anggota. Timor-Leste, sebagai anggota baru ASEAN, juga turut hadir dalam pertemuan ini.