Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (SAF) sebagai Solusi Utama Pengurangan Emisi CO2
- Kemenko Perekonomian
Manfaat dan Tantangan dalam Penggunaan SAF
Deputi Dida menjelaskan bahwa SAF menawarkan berbagai manfaat, terutama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung transisi energi menuju sumber yang lebih bersih. Namun, penggunaan komersial SAF masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk keterbatasan bahan baku, biaya produksi yang tinggi, dan infrastruktur yang belum memadai.
"Pengembangan SAF memerlukan dukungan penuh dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, dan komunitas internasional. Kerja sama yang erat dan investasi yang cukup dalam teknologi dan infrastruktur akan menjadi kunci sukses dalam mewujudkan potensi penuh SAF," tambah Deputi Dida.
Uji Coba SAF di Indonesia: Menuju Penerbangan Ramah Lingkungan
Indonesia telah melakukan uji coba SAF sejak tahun 2020 dengan hasil yang menggembirakan. Salah satu uji coba terbaru dilakukan pada kuartal ketiga tahun 2023 menggunakan pesawat Garuda Boeing 737-800. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja antara SAF dan bahan bakar fosil konvensional, yang menunjukkan bahwa SAF dapat menjadi alternatif yang layak untuk digunakan dalam penerbangan komersial.
Selain itu, Indonesia juga sedang mengeksplorasi potensi penggunaan Palm Kernel Expeller (PKE) atau bungkil sawit sebagai bahan baku SAF. PKE, yang merupakan produk sampingan dari proses ekstraksi minyak kelapa sawit, memiliki potensi besar untuk diubah menjadi bioethanol, yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan baku SAF. Dengan potensi produksi PKE mencapai 6 juta ton per tahun, Indonesia sedang dalam proses mengusulkan PKE sebagai bahan baku SAF dalam daftar CORSIA.
"Ini adalah langkah strategis yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global sekaligus berkontribusi pada upaya pengurangan emisi global," ujar Deputi Dida.