Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (SAF) sebagai Solusi Utama Pengurangan Emisi CO2

Potensi Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan dari Kelapa Sawit
Sumber :
  • Kemenko Perekonomian

Jakarta, WISATA – Penerbangan internasional, yang telah lama dikenal sebagai penyumbang emisi karbon dioksida (CO2) signifikan, kini memiliki harapan baru dalam upaya pengurangan emisi melalui penggunaan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF). Bahan bakar inovatif ini semakin diakui sebagai solusi utama untuk mengurangi dampak lingkungan dari industri penerbangan. Dalam upaya mencapai target pengurangan emisi global, peran aktif semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, produsen bahan bakar, produsen pesawat, maskapai penerbangan, bandara, investor, dan lembaga keuangan sangat diperlukan.

SAF: Harapan Baru untuk Penerbangan Rendah Emisi

SAF adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari bahan baku yang dapat diperbarui, seperti limbah tanaman dan limbah industri. Bahan bakar ini memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi CO2 dalam penerbangan hingga 80% dibandingkan dengan bahan bakar fosil konvensional. Dengan meningkatnya tekanan global untuk menekan emisi gas rumah kaca, SAF dianggap sebagai solusi utama yang dapat membantu industri penerbangan mencapai target netralitas karbon pada tahun 2050.

Menurut laporan International Air Transport Association (IATA), permintaan SAF di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat tajam dalam beberapa dekade mendatang. Ini menjadi alasan mengapa banyak negara, termasuk Indonesia, mulai memfokuskan upaya mereka pada pengembangan dan penggunaan SAF.

Peran Indonesia dalam Pengembangan SAF

Indonesia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam produksi SAF. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, mengungkapkan bahwa Indonesia berencana memproduksi 238 juta liter SAF per tahun pada 2026. Ini didukung oleh kapasitas produksi used cooking oil (UCO) Indonesia yang mencapai 3,9 juta ton pada 2023, yang merupakan salah satu bahan baku utama dalam produksi SAF.

"Indonesia memiliki pasar industri penerbangan yang sangat besar dengan 251 bandara yang sudah ada dan 50 bandara baru yang sedang dalam rencana. Ini adalah peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pusat produksi dan penggunaan SAF di Asia," jelas Deputi Dida dalam presentasinya di acara “2024 ICAO APAC Regional Seminar on Environment” di Bangkok, Thailand.