Misteri dan Magis Bantengan: Kesenian Khas Malang yang Selalu Dinanti dan Ditakuti

Seni Bantengan dalam Karnaval Budaya Dinoyo Malang
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Malang, WISATA – Suasana di sepanjang Jalan Gajayana dan MT. Haryono hari ini dipenuhi dengan gemuruh antusiasme dari ribuan penonton yang sudah memadati area ini sejak pukul 11.00 WIB. Puncak dari acara karnaval yang dimulai pada pukul 13.00 WIB adalah pertunjukan kesenian yang tak hanya menampilkan keindahan, tetapi juga kekuatan spiritual yang memikat dan menakutkan: Bantengan. Seni tradisional khas Malang ini tidak hanya ditunggu-tunggu oleh masyarakat, tetapi juga dianggap sebagai salah satu pertunjukan paling mistis yang pernah ada.

Berawal dari seni Kebo-keboan yang berasal dari Ponorogo, Bantengan berkembang menjadi kesenian yang penuh dengan simbolisme dan kekuatan spiritual. Kesenian ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan ritual yang diyakini dapat mendatangkan roh-roh leluhur untuk melindungi dan memberkati para pemain serta penonton. 

Seni Bantengan dalam Karnaval Budaya Dinoyo Malang

Photo :
  • Handoko/Istimewa

 

Pertunjukan Bantengan selalu menarik ribuan penonton, bukan hanya karena kostumnya yang megah dan iringan musiknya yang khas, tetapi juga karena fenomena kesurupan yang sering kali terjadi di tengah-tengah pertunjukan. Dua pria yang memainkan peran sebagai kepala dan ekor banteng kerap kali memasuki kondisi trance, sebuah keadaan di mana mereka dianggap berkomunikasi dengan roh leluhur yang telah dipanggil oleh pawang.

Menariknya, sejarah Bantengan memiliki hubungan erat dengan seni bela diri Pencak Silat. Dahulu, kesenian ini diciptakan sebagai cara untuk menarik minat masyarakat bergabung dalam perguruan silat. Dengan menggunakan simbol banteng, yang merupakan hewan yang hampir punah di sekitar lereng gunung, kesenian ini menjadi alat untuk memperkuat semangat bela diri sekaligus menjaga warisan budaya.

Seiring waktu, kesenian Bantengan mengalami berbagai perubahan, termasuk dalam penggunaan tanduk pada kostumnya. Sebelum tahun 2000, tanduk yang digunakan lebih sering menyerupai tanduk kerbau, mengikuti tradisi Kebo-keboan di Ponorogo. Namun, setelah masuknya internet dan informasi yang lebih luas ke desa-desa, tanduk banteng asli mulai digunakan, memberikan nuansa yang lebih otentik dan menyeramkan pada pertunjukan.