KPI: Sanksi Administratif untuk Tayangan Jurnalistik “Sergap Investigasi” RCTI
- kpi.go.id
Jakarta, WISATA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk Program Siaran Jurnalistik “Sergap Investigasi” di RCTI.
Program berita yang ditayangkan pada pagi hari itu, kedapatan melakukan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
“Sergap Investigasi” yang tayang pada tanggal 24 Juni 2024 dengan judul “Ayah Bunuh Balita”, memuat grafis dan narasi yang menjelaskan kronologi secara detail dari awal mula kejadian hingga sang ayah menyayat leher anaknya sampai tewas.
Demikian penegasan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis yang telah dikirimkan ke RCTI, beberapa waktu lalu.
Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran sekaligus Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso mengatakan, pihaknya telah mendengarkan klarifikasi dari RCTI mengenai tayangan tersebut.
Setelahnya, KPI Pusat membawa hasil klarifikasi ke rapat pleno penjatuhan sanksi dan hasil rapat memutuskan, program berita tersebut telah melanggar aturan P3SPS.
“Ada tiga pasal yang dilanggar antara lain Pasal 22 ayat (3) P3, Pasal 41 huruf d SPS dan Pasal 43 huruf d SPS,” ujar Tulus Santoso.
Menurut Tulus, berdasarkan Pasal 22 ayat (3), bahwa setiap lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).
“Dan dalam Pasal 41 huruf d di SPS, setiap program siaran jurnalistik yang melakukan penggambaran kembali suatu peristiwa, wajib mengikuti ketentuan yakni tidak menyajikan reka ulang yang memperlihatkan secara terperinci cara dan langkah kejahatan serta cara-cara pembuatan alat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Aliyah menambahkan, dalam Standar Program Siaran Pasal 43 huruf d dijelaskan bahwa setiap program siaran bermuatan kekerasan (kejahatan) dalam program siaran jurnalistik wajib mengikuti ketentuan yakni tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang (fakta pengadilan).
“Aturan ini harus dijadikan acuan dalam setiap pemberitaan yang berhubungan dengan kekerasan dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik. Kami berharap ini menjadi masukan dan pelajaran agar tidak terulang lagi di kemudian hari,” ujar Aliyah.
(Sumber: kpi.go.id)