5 Pelajaran Stoik dari Tim Ferriss untuk Menghadapi Tekanan Hidup Modern
- Cuplikan layar
Ia menyusun daftar ketakutan, kemungkinan dampaknya, dan bagaimana cara mengatasinya jika hal tersebut benar-benar terjadi. Dengan begitu, ketakutan menjadi lebih konkret dan bisa dikelola, bukan hanya dirasakan sebagai beban samar yang menghantui. Teknik ini telah membantu Ferriss dalam membuat keputusan besar dalam hidupnya, termasuk ketika ia memutuskan untuk meninggalkan karier yang tidak lagi ia nikmati.
5. Terima Ketidaksempurnaan dan Ubah Sudut Pandang
Pelajaran Stoik terakhir yang sering dikutip Ferriss adalah menerima kenyataan bahwa hidup tidak akan pernah sempurna. Tidak ada waktu yang “tepat” untuk memulai sesuatu. Dalam bukunya, ia menulis: “Conditions are never perfect. ‘Someday’ is a disease that will take your dreams to the grave with you.”
Kita sering kali menunda-nunda tindakan karena menunggu saat yang ideal. Padahal, yang perlu kita ubah adalah sudut pandang kita terhadap ketidaksempurnaan. Dengan menerima bahwa kondisi saat ini cukup untuk memulai, kita akan lebih ringan melangkah dan keluar dari perangkap perfeksionisme.
Kesimpulan: Stoikisme Bukan Teori, Tapi Gaya Hidup
Apa yang dilakukan Tim Ferriss bukan sekadar mengutip filosofi kuno, tapi menjadikannya bagian dari rutinitas dan keputusannya sehari-hari. Stoikisme membantunya menjalani hidup yang lebih ringan, fokus, dan bermakna. Dalam era digital yang penuh kebisingan dan tekanan, pelajaran Stoik ini menjadi semakin relevan untuk siapa saja yang ingin hidup dengan kepala dingin dan hati yang kuat.
Dari menghadapi ketakutan, menjalani ketidaknyamanan, hingga fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan, semua prinsip ini adalah alat yang bisa kita gunakan setiap hari—tanpa perlu menunggu jadi miliarder atau tokoh besar. Yang diperlukan hanyalah kemauan untuk mencoba dan membentuk ulang cara pandang kita terhadap dunia.