Jules Evans: Penerimaan Tak Berarti Menyerah; Tapi Memilih untuk Tidak Dihancurkan oleh yang Tidak Bisa Kita Kendalikan
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – Di tengah tekanan hidup modern yang serba cepat dan penuh ketidakpastian, kemampuan untuk menerima keadaan sering kali disalahpahami sebagai bentuk kelemahan atau menyerah. Namun, menurut filsuf dan penulis asal Inggris, Jules Evans, penerimaan justru merupakan bentuk kekuatan mental tertinggi.
Dalam salah satu pernyataannya yang menggugah, Evans menegaskan, “Penerimaan bukan berarti menyerah; itu berarti memilih untuk tidak dihancurkan oleh apa yang tidak bisa kita kendalikan.” Kutipan ini tidak hanya relevan secara filosofis, tetapi juga sangat bergema di tengah tantangan sosial dan psikologis yang dihadapi masyarakat saat ini.
Filosofi Penerimaan dalam Tradisi Stoik
Jules Evans dikenal luas karena mengangkat kembali filsafat Stoik kuno ke dalam kehidupan modern. Ia menelusuri bagaimana ajaran dari tokoh seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius tetap memiliki kekuatan relevansi dalam konteks saat ini, terutama dalam hal mengelola emosi, membangun ketahanan, dan menerima kenyataan.
Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan dan ketenangan batin hanya mungkin tercapai bila seseorang dapat membedakan antara hal yang dapat dikontrol dan hal yang tidak. Penerimaan dalam Stoikisme bukan berarti pasif, melainkan kesadaran aktif untuk memusatkan energi pada hal-hal yang berada dalam kendali diri, seperti reaksi, pilihan moral, dan cara berpikir.
Penerimaan sebagai Kekuatan, Bukan Kelemahan
Evans menjelaskan bahwa banyak orang modern mengalami kecemasan, frustrasi, bahkan keputusasaan karena berusaha mengendalikan hal-hal yang di luar kuasa mereka—seperti cuaca buruk, opini orang lain, atau masa lalu yang tak bisa diubah. Dalam konteks ini, penerimaan bukan bentuk kekalahan, tetapi perlindungan diri dari penderitaan yang tidak perlu.
“Penerimaan memberi ruang bagi kita untuk berdamai dengan kenyataan tanpa kehilangan martabat dan arah hidup,” tulis Evans dalam salah satu esainya.
Ia menyamakan penerimaan dengan daya lenting mental (resilience) yang memungkinkan seseorang tetap kokoh meski diterpa badai kehidupan. Dalam dunia terapi psikologis pun, konsep ini sering dipraktikkan melalui pendekatan seperti terapi penerimaan dan komitmen (ACT) serta terapi kognitif berbasis kesadaran penuh (mindfulness-based cognitive therapy).
Relevansi dengan Kesehatan Mental Modern
Menurut berbagai studi, kemampuan menerima kenyataan yang sulit berperan penting dalam mencegah gangguan psikologis seperti depresi, gangguan kecemasan, dan stres pascatrauma (PTSD). Jules Evans, yang juga merupakan direktur proyek di Centre for the History of the Emotions, secara aktif mempromosikan integrasi filsafat ke dalam praktik penyembuhan psikologis.
Melalui ceramah, buku, dan artikelnya, ia menyampaikan bahwa membangun kehidupan batin yang tangguh jauh lebih penting daripada mengejar kendali eksternal. Dunia akan terus berubah dan kadang tidak bersahabat, tetapi dengan penerimaan yang sehat, seseorang tetap bisa berjalan dengan kepala tegak.
Menghindari Perang yang Tidak Perlu
Evans juga memperingatkan bahaya dari terus-menerus melawan kenyataan yang tak bisa diubah. Ia menyebutnya sebagai “perang batin yang sia-sia” yang hanya menguras energi dan memperdalam penderitaan.
Sebaliknya, ia mendorong pembaca dan pendengarnya untuk melakukan transformasi dalam cara berpikir dan merespons dunia. Dengan memahami batas kendali kita, manusia dapat memusatkan perhatian pada tindakan yang bermakna dan solutif—bukan pada keluhan dan penolakan yang melemahkan.
Pernyataan Jules Evans bahwa “Penerimaan bukan berarti menyerah; itu berarti memilih untuk tidak dihancurkan oleh apa yang tidak bisa kita kendalikan” adalah pengingat kuat bagi siapa pun yang sedang berjuang menghadapi ketidakpastian hidup. Di zaman di mana banyak hal terasa di luar kendali, penerimaan bukan kelemahan—itu adalah bentuk kebijaksanaan dan kekuatan batin.