Warisan Abadi Yunani-Romawi: Menelusuri Intisari Filsafat dari Karya Frederick Copleston
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA – Di tengah ritme kehidupan modern yang kian cepat—dimana informasi terus mengalir tanpa henti, teknologi berkembang pesat, dan tekanan hidup semakin tinggi—warisan filsafat dari dunia Yunani dan Romawi Kuno justru menjadi suar penuntun yang semakin relevan. Di balik kejayaan teknologi dan kecerdasan buatan masa kini, gagasan-gagasan bijak dari para filsuf klasik itu tetap hidup, menuntun manusia untuk kembali merenungkan nilai-nilai dasar: apa itu hidup yang baik, bagaimana menjadi manusia yang utuh, dan apa makna dari kebijaksanaan sejati.
Filsafat Kuno di Era Supermodern
Filsafat Yunani-Roma bukan sekadar cerita masa lalu yang tersimpan di museum atau buku pelajaran sejarah. Ia adalah tradisi hidup yang masih mampu memberi arah dalam dunia serba cepat, dunia yang terlalu sering lebih menghargai kecepatan dibandingkan makna.
Socrates mengajarkan kita pentingnya kesadaran diri dan pertanyaan yang mendalam, Plato berbicara tentang dunia ide dan keadilan, Aristoteles mengajarkan tentang etika kebajikan dan keseimbangan, Epicurus berbicara tentang kebahagiaan dalam kesederhanaan, sementara filsuf Stoa seperti Seneca dan Marcus Aurelius menunjukkan bagaimana keteguhan batin bisa menjadi jawaban terhadap badai kehidupan.
Kini, semua itu menjadi relevan kembali, ketika manusia modern mulai kehilangan arah di tengah kemajuan yang justru menjauhkan mereka dari kedamaian batin.
Socrates dan Keberanian untuk Bertanya
Dalam dunia digital yang penuh opini dan hoaks, warisan Socrates tentang metode bertanya (dialektika) menjadi penting. Socrates tidak pernah mengklaim dirinya tahu segalanya, tapi justru dengan bertanya ia membongkar asumsi, membangun pengetahuan, dan menggugah kesadaran moral.