Terpapar YOLO, FOMO, dan FOPO: Ini Daftar Negara dengan Generasi Muda yang Paling Terpengaruh

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Gaya hidup yang dipengaruhi oleh tren YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinions) semakin mendominasi pola pikir dan perilaku generasi muda di berbagai negara. Tren ini bukan hanya merambah Indonesia, tetapi juga telah menjadi fenomena global yang mengubah cara generasi muda menjalani hidup, berinteraksi, hingga membuat keputusan penting.

Pengaruh YOLO, FOMO, dan FOPO Terhadap Generasi Muda di Indonesia

Melalui artikel ini, kita akan melihat lebih jauh negara-negara lain yang generasi mudanya juga sangat terpengaruh oleh tren-tren ini. Fenomena ini memiliki dampak luas, mulai dari kesehatan mental hingga perilaku konsumtif, dan telah menarik perhatian para ahli serta pemerintah di berbagai negara. Beberapa statistik valid dan studi terbaru menunjukkan bagaimana tren ini menyebar secara global.

1. Amerika Serikat: Pusat Tren Global

Seberapa Parah Generasi Milenial dan Gen Z Tertipu oleh YOLO, FOMO, dan FOPO?

Tidak mengherankan jika Amerika Serikat menjadi negara dengan generasi muda yang paling terpengaruh oleh gaya hidup YOLO, FOMO, dan FOPO. Dengan dominasi platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter yang sebagian besar berasal dari negara ini, generasi Z dan milenial di AS adalah salah satu yang paling rentan terhadap tren tersebut.

Studi dari Pew Research Center pada tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 56% dari generasi Z di AS mengalami tekanan sosial akibat FOMO, terutama yang diakibatkan oleh media sosial. FOPO juga merajalela di Amerika, di mana generasi muda sering merasa cemas tentang bagaimana mereka dinilai oleh orang lain berdasarkan penampilan dan pencapaian mereka di dunia maya.

Manipulasi Media Sosial dan Kaum Sophis Modern: Tantangan Demokrasi Populis di Indonesia

Selain itu, budaya YOLO sering kali dipromosikan oleh influencer dan selebriti di platform seperti TikTok, yang mendorong anak muda untuk “hidup di saat ini” tanpa terlalu memikirkan konsekuensi jangka panjang, baik secara finansial maupun psikologis. Akibatnya, menurut laporan dari National Endowment for Financial Education (2022), lebih dari 65% generasi muda di AS mengaku terjebak dalam utang konsumtif karena pola hidup YOLO.

2. Inggris: Tren YOLO Meningkat di Kalangan Milenial

Di Inggris, fenomena YOLO dan FOMO semakin meningkat sejak awal pandemi COVID-19. Banyak generasi muda di sana yang merasa hidup mereka terhenti oleh lockdown dan pembatasan sosial, sehingga mereka terjun dalam pola pikir YOLO sebagai bentuk kompensasi setelah pandemi mereda.

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Royal Society for Public Health pada tahun 2022, sekitar 64% generasi muda di Inggris mengatakan mereka merasa FOMO ketika melihat teman-teman mereka bepergian, berpesta, atau menikmati gaya hidup mewah di media sosial. Hal ini mendorong peningkatan aktivitas konsumtif yang berakibat pada tekanan finansial. Studi yang sama menunjukkan bahwa 47% dari mereka menggunakan kartu kredit atau pinjaman untuk membiayai gaya hidup tersebut.

Sementara itu, FOPO juga menjadi masalah serius di Inggris, terutama karena tekanan sosial yang dihasilkan dari sistem pendidikan dan karier yang kompetitif. Banyak generasi muda yang merasa khawatir tentang bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang-orang di sekitar mereka, baik secara profesional maupun personal.

3. Australia: Gaya Hidup YOLO Memicu Lonjakan Konsumerisme

Australia adalah negara yang juga tidak kebal terhadap pengaruh YOLO, FOMO, dan FOPO. Di kalangan anak muda Australia, terutama milenial, YOLO menjadi semacam mantra untuk mengejar kesenangan dan kebebasan. “Live your best life” adalah frasa yang sering muncul di media sosial, dan ini mendorong gaya hidup yang konsumtif dan berorientasi pada kesenangan instan.

Sebuah laporan dari Australian Bureau of Statistics pada tahun 2022 menemukan bahwa 80% milenial di Australia merasa terpengaruh oleh tren FOMO yang berasal dari media sosial. Tekanan untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru, dari teknologi hingga mode, memaksa banyak anak muda mengeluarkan uang lebih dari kemampuan mereka.

Dalam hal FOPO, survei dari Beyond Blue, sebuah organisasi kesehatan mental, menyebutkan bahwa sekitar 60% generasi muda di Australia merasa cemas tentang bagaimana penampilan mereka di mata orang lain. Mereka khawatir tentang penilaian sosial yang dapat memengaruhi citra diri mereka, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

4. Korea Selatan: Tekanan FOMO di Antara Generasi Muda

Korea Selatan, negara dengan teknologi maju dan salah satu pengguna terbesar media sosial di Asia, memiliki tingkat FOMO yang sangat tinggi di kalangan generasi muda. Sebuah survei dari Korean Internet & Security Agency pada tahun 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 70% pengguna internet muda di Korea Selatan merasakan tekanan sosial untuk mengikuti tren terbaru di media sosial, terutama dalam hal mode, teknologi, dan gaya hidup.

FOPO juga menjadi masalah besar di Korea Selatan, di mana budaya kompetisi sangat ketat. Generasi muda sering kali merasa perlu untuk terus-menerus membuktikan diri mereka, baik di dunia akademik maupun dunia profesional. Hal ini menciptakan tekanan yang luar biasa, yang memengaruhi kesehatan mental mereka.

Fenomena YOLO juga semakin marak, terutama di kalangan milenial Korea Selatan yang memilih untuk menunda atau menghindari komitmen tradisional seperti pernikahan dan memiliki anak. Mereka lebih memilih untuk fokus pada pengalaman pribadi dan kebebasan, meskipun sering kali dengan mengorbankan stabilitas keuangan jangka panjang.

5. Jepang: Pengaruh YOLO dan FOMO di Tengah Kegelisahan Generasi Muda

Jepang, meskipun terkenal dengan budaya kerja keras dan disiplin, juga terpapar oleh tren YOLO dan FOMO di kalangan anak muda. Banyak generasi muda di Jepang yang mulai mempertanyakan gaya hidup tradisional yang terikat pada pekerjaan dan stabilitas, dan malah beralih ke gaya hidup YOLO sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan sosial.

Menurut survei dari Nomura Research Institute (2023), sekitar 40% generasi muda di Jepang merasakan FOMO ketika melihat postingan teman-teman mereka tentang perjalanan atau pencapaian pribadi di media sosial. Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat, FOMO tetap menjadi masalah yang terus berkembang di kalangan anak muda Jepang.

FOPO juga cukup signifikan di Jepang, di mana banyak generasi muda merasa khawatir tentang bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang tua, teman, dan masyarakat secara umum. Tekanan untuk memenuhi harapan sosial yang tinggi sering kali menyebabkan kecemasan dan ketidakpuasan di kalangan generasi muda Jepang.

6. Indonesia: Negara yang Kian Terpapar YOLO, FOMO, dan FOPO

Tidak ketinggalan, Indonesia juga termasuk dalam daftar negara dengan generasi muda yang semakin terpapar oleh tren YOLO, FOMO, dan FOPO. Dengan populasi generasi Z dan milenial yang besar, serta penetrasi internet dan media sosial yang semakin luas, tren ini menyebar dengan cepat di Indonesia.

Menurut survei dari We Are Social dan Hootsuite (2023), lebih dari 75% pengguna internet di Indonesia berusia 16 hingga 24 tahun mengalami FOMO, terutama yang disebabkan oleh aktivitas media sosial. Banyak dari mereka merasa tekanan untuk selalu mengikuti tren terbaru, dari gadget hingga fashion, serta terlibat dalam gaya hidup yang serba instan dan mewah.

FOPO juga menjadi isu yang semakin signifikan di Indonesia. Generasi muda Indonesia sering kali merasa khawatir tentang bagaimana mereka dilihat oleh lingkungan sosial mereka, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Tekanan ini memengaruhi keputusan hidup mereka, baik dalam hal karier maupun gaya hidup.

Gaya hidup YOLO, FOMO, dan FOPO bukan hanya fenomena yang terjadi di Indonesia, tetapi telah menjadi tren global yang memengaruhi generasi muda di berbagai negara. Dari Amerika Serikat hingga Jepang, tekanan sosial yang dihasilkan dari media sosial dan lingkungan sosial terus meningkat, menciptakan tantangan tersendiri bagi kesejahteraan generasi muda.