Kebahagiaan Menurut Socrates: Apa yang Dicari Banyak Orang Tapi Tak Pernah Ditemukan?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah pemikiran manusia, Socrates dikenal sebagai seorang filsuf yang memiliki pandangan mendalam tentang kehidupan, kebahagiaan, dan makna kebajikan. Kebahagiaan, bagi Socrates, bukanlah sesuatu yang dapat ditemukan dalam kekayaan materi atau kesuksesan duniawi, melainkan dalam pencarian kebenaran dan kehidupan yang dijalani dengan kebajikan. Ini adalah pandangan yang menentang tren modern di mana banyak orang terus mengejar kebahagiaan melalui materi, hanya untuk menemukan kehampaan di akhir perjalanan mereka.
Socrates percaya bahwa banyak orang mencari kebahagiaan di tempat yang salah. Mereka mencari di luar diri mereka sendiri—di kekayaan, kekuasaan, atau ketenaran—dan gagal menyadari bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam. Filosofi ini kemudian menjadi dasar pemikiran besar yang mempengaruhi generasi filsuf setelahnya, seperti Plato dan Aristoteles.
Definisi Kebahagiaan Menurut Socrates
Socrates menekankan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai melalui hidup yang berbudi luhur dan dengan memahami diri sendiri. Dalam ajarannya, ia sering menggunakan metode dialog untuk mengungkap kebenaran mendalam tentang diri manusia. Menurutnya, kebahagiaan adalah hasil dari hidup yang selaras dengan nilai-nilai kebajikan seperti kejujuran, keadilan, dan pengendalian diri. Tanpa kebajikan ini, kekayaan dan kesuksesan materi hanya akan membawa kegelisahan dan ketidakpuasan.
Salah satu konsep utama dalam pemikiran Socrates adalah bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan adalah kunci menuju kebahagiaan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang apa yang benar dan adil akan menjalani kehidupan yang baik dan, pada akhirnya, mencapai kebahagiaan. Dengan kata lain, orang yang bijaksana adalah orang yang bahagia, karena dia hidup sesuai dengan kebajikan yang benar.
Mengapa Banyak Orang Tidak Menemukan Kebahagiaan?
Bagi Socrates, banyak orang gagal menemukan kebahagiaan karena mereka tidak tahu apa yang sebenarnya mereka cari. Mereka sering kali terjebak dalam ilusi bahwa kebahagiaan bisa diperoleh melalui akumulasi materi atau pencapaian status sosial. Namun, ketika hal-hal ini akhirnya tercapai, mereka masih merasakan kekosongan batin.