Mengapa Plato Tidak Percaya pada Demokrasi? Pelajaran Penting untuk Pemimpin Masa Kini

Plato (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/ Handoko

Malang, WISATA - Plato, salah satu filsuf terbesar dalam sejarah, dikenal luas karena pandangannya yang kritis terhadap demokrasi. Melalui karyanya yang terkenal, Republik, Plato menyampaikan keprihatinannya terhadap sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat secara langsung. Bagi Plato, demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang ideal, melainkan sebuah sistem yang rentan terhadap manipulasi dan keburukan. Lalu, apa sebenarnya yang membuat Plato begitu skeptis terhadap demokrasi, dan pelajaran apa yang dapat kita ambil darinya untuk diterapkan dalam kepemimpinan masa kini?

Mengapa Ketimpangan Ekonomi Menghancurkan Demokrasi? Perspektif John Rawls

Pandangan Plato tentang Demokrasi

Plato hidup di Athena pada abad ke-4 SM, sebuah kota yang menjadi pusat intelektual dan kebudayaan Yunani kuno. Meski demikian, Athena juga menjadi saksi dari kelemahan dan kejatuhan demokrasi, terutama setelah perang Peloponnesos yang merusak kota tersebut. Pengalaman hidup Plato, termasuk eksekusi gurunya, Socrates, oleh pemerintahan demokratis Athena, sangat memengaruhi pandangannya terhadap demokrasi.

Moralitas Berakar pada Kebenaran: Pandangan Plato tentang Etika dan Kehidupan Bermoral

Dalam Republik, Plato menggambarkan demokrasi sebagai sistem yang kacau, di mana kebebasan berlebihan dapat menyebabkan anarki. Menurutnya, demokrasi memberikan terlalu banyak kebebasan kepada individu, yang sering kali tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan politik yang bijaksana. Di mata Plato, rakyat biasa cenderung termotivasi oleh kepentingan pribadi dan emosi daripada oleh pengetahuan dan kebijaksanaan.

Kritik Plato terhadap Demokrasi

Kebajikan Adalah Jalan Menuju Kebahagiaan: Pemikiran Plato tentang Kehidupan Sejati

1.    Kepemimpinan yang Kurang Kompeten
Salah satu kritik utama Plato terhadap demokrasi adalah bahwa sistem ini memungkinkan siapa saja, terlepas dari kemampuan dan pengetahuan mereka, untuk memegang kekuasaan. Dalam demokrasi, kepemimpinan sering kali jatuh ke tangan mereka yang pandai berorasi dan memenangkan hati publik, bukan kepada mereka yang benar-benar memahami apa yang terbaik bagi negara. Plato menggunakan analogi kapal untuk menggambarkan demokrasi; dia menyamakan demokrasi dengan kapal yang dikemudikan oleh penumpang, bukan oleh nakhoda yang terlatih.

2.    Manipulasi oleh Pemimpin Populis
Plato juga mengkritik bagaimana demokrasi rentan terhadap manipulasi oleh para demagog atau pemimpin populis. Pemimpin jenis ini memanfaatkan emosi massa untuk meraih kekuasaan, sering kali dengan janji-janji manis yang tidak realistis. Dalam situasi seperti ini, keputusan tidak dibuat berdasarkan apa yang benar atau baik, melainkan apa yang paling populer. Hal ini dapat menyebabkan kebijakan yang tidak bijaksana dan merusak tatanan sosial.

Halaman Selanjutnya
img_title