Film Pernikahan Arwah (The Butterfly House) Angkat Berbagai Tema dan Sarat Nilai Budaya
- IG/morganoey
Jakarta, WISATA – Film horor ini mengangkat tradisi kuno Tionghoa tentang pernikahan arwah, yaitu ritual menikahkan roh orang yang meninggal dalam status lajang agar tidak kesepian di alam baka. Cerita berpusat pada Salim (diperankan oleh Morgan Oey) dan Tasya (Zulfa Maharani), pasangan yang baru saja melangsungkan upacara sangjit dan bersiap untuk menikah.
Namun, rencana pemotretan pre-wedding mereka berubah drastis ketika bibi Salim meninggal dunia. Salim harus kembali ke rumah leluhurnya di Jawa Tengah dan menjalankan ritual keluarga yakni membakar dupa setiap hari di altar misterius. Karena tak ingin menunda pernikahan, mereka memutuskan melakukan pemotretan di rumah tersebut.
Setibanya di sana, mereka mulai mengalami kejadian janggal diantaranya dengan munculnya sosok pengantin perempuan Tionghoa yang misterius. Teror demi teror mengungkap sejarah kelam keluarga Salim yang telah lama tersembunyi. Tasya pun berusaha menguak misteri tersebut demi menyelamatkan mereka dari ancaman arwah leluhur.
"Pernikahan Arwah" menyuguhkan horor yang tidak hanya menakutkan, tapi juga sarat budaya. Disutradarai oleh Paul Agusta, film ini memadukan atmosfer mistis dengan elemen tradisi Tionghoa yang jarang diangkat dalam perfilman Indonesia.
Film ini disebut sebagai elegant horror yakni menyuguhkan ketegangan yang dibangun lewat suasana dan misteri, bukan sekadar jump scare. Lokasi syuting di Lasem, Jawa Tengah, menambah nuansa autentik dan memperkuat latar budaya.
Film Pernikahan Arwah bukan sekadar horor mistis, namun mengangkat berbagai tema yang kaya akan nilai budaya dan emosional. Diantaranya:
Tradisi dan Kepercayaan Leluhur, yang menggambarkan praktik ghost marriage dalam budaya Tionghoa, yaitu menikahkan roh orang yang meninggal dalam status lajang agar tidak kesepian di alam baka. Dengan ritual membakar dupa di altar keluarga menjadi simbol penghormatan dan penghubung antara dunia nyata dan arwah leluhur.