JOMO dan Stoicisme: Tren Wisata Baru yang Mengubah Cara Kita Melihat Dunia dengan Cinta

JOMO Tren Wisata Baru, Menikmati Keindahan Raja Ampat
Sumber :
  • Image Creator bing/Handoko

Malang, WISATS - Dalam dunia yang penuh dengan kesibukan dan tekanan sosial, sebuah tren baru telah mengemuka yang berbanding terbalik dengan obsesi kita untuk selalu tetap terhubung dan ikut serta dalam setiap acara atau perjalanan yang sedang viral. Inilah JOMOJoy of Missing Out—atau kegembiraan karena memilih untuk tidak terlibat dalam kesibukan duniawi, dan konsep ini kini mengubah wajah pariwisata modern. Di saat yang sama, filosofi kuno stoicisme, yang mengajarkan penerimaan dan ketenangan, turut menjadi inspirasi baru dalam cara kita menjalani liburan. Bersama-sama, JOMO dan stoicisme memberikan perspektif segar bagi wisatawan yang mencari ketenangan dan makna.

Apa Itu JOMO dalam Pariwisata?

JOMO adalah jawaban bagi mereka yang merasa lelah dengan tekanan sosial untuk terus-menerus mengikuti tren dan memamerkan setiap aspek kehidupan di media sosial. Jika FOMO (Fear of Missing Out) menciptakan rasa cemas karena takut ketinggalan sesuatu yang menarik, JOMO justru menantang kita untuk merasakan kebahagiaan dalam ketidakhadiran. Dalam konteks pariwisata, ini berarti menikmati perjalanan dengan kecepatan lambat, memprioritaskan pengalaman yang mendalam, dan merasakan koneksi sejati dengan alam serta budaya lokal.

Wisata JOMO tidak mengharuskan Anda mengunjungi setiap lokasi populer yang viral di Instagram. Sebaliknya, ini tentang memilih tempat yang menawarkan ketenangan, seperti pegunungan yang sunyi, pantai tersembunyi, atau desa kecil yang masih mempertahankan tradisi leluhur. Pengalaman ini membuat wisatawan benar-benar bisa melepaskan diri dari kehidupan sehari-hari dan kembali dengan perasaan segar dan bugar, bukan malah kelelahan karena jadwal perjalanan yang terlalu padat.

Stoicisme: Filosofi untuk Wisata yang Lebih Tenang

Filosofi stoicisme, yang berasal dari Yunani Kuno, mengajarkan kita untuk fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan menerima hal-hal yang tidak dapat kita ubah. Dalam pariwisata, pendekatan ini sangat relevan. Bayangkan Anda merencanakan perjalanan yang sempurna ke Bali, tetapi hujan deras justru merusak rencana Anda untuk bersantai di pantai. Seorang stoik akan menerima kenyataan ini tanpa rasa frustrasi, mencari hal lain yang bisa dinikmati, seperti mencicipi hidangan lokal atau menjelajahi museum.

Pendekatan ini mengurangi stres dan kekecewaan yang sering muncul ketika hal-hal tidak berjalan sesuai harapan. Dengan mempraktikkan stoicisme saat berlibur, Anda akan lebih fleksibel dan mampu menikmati setiap momen dengan penuh kesadaran, tanpa merasa terganggu oleh ketidaksempurnaan yang ada.