Seneca: Kemiskinan Butuh Sedikit, Kemewahan Butuh Banyak, Keserakahan Butuh Segalanya

Seneca Filsuf Stoicisme
Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Bila sebelumnya cukup dengan satu rumah, kini ingin villa di pegunungan. Dulu cukup dengan kendaraan, kini harus kendaraan mewah. Standar meningkat, dan bersamanya meningkat pula tuntutan hidup, beban kerja, dan tekanan mental. Ironisnya, banyak yang merasa makin tidak puas justru setelah hidup dalam kemewahan.

Seneca menyadari bahwa kemewahan menciptakan ketergantungan. Dan ketergantungan inilah yang membuat seseorang merasa hidupnya berat, meski secara materi berlimpah.

Keserakahan: Tak Pernah Cukup, Ingin Segalanya

Keserakahan adalah kondisi mental yang jauh lebih berbahaya daripada kemiskinan dan kemewahan. Orang yang serakah tidak pernah merasa puas, berapa pun yang sudah ia miliki. Ia bisa kaya raya, namun tetap mengejar lebih banyak, bahkan dengan mengorbankan waktu, kesehatan, keluarga, atau integritas.

Keserakahan membuat seseorang buta terhadap batas. Tidak ada angka yang cukup. Tidak ada pencapaian yang memuaskan. Hidup menjadi perlombaan tanpa garis akhir. Dan karena itu, keserakahan adalah akar dari banyak penderitaan: korupsi, konflik, perpecahan keluarga, bahkan perang.

Seneca tidak hanya mengkritik keserakahan, tapi juga menunjukkan bahwa ia adalah bentuk kebodohan spiritual. Orang serakah sesungguhnya adalah orang miskin jiwa—ia punya banyak, tapi merasa tidak punya apa-apa.

Relevansi Seneca di Era Konsumerisme