Zeno dari Citium: “Ketidakbahagiaan Datang dari Mengejar Hal-Hal yang Tidak Kekal”

- Cuplikan layar
Filosofi Stoik yang Menyadarkan Dunia Modern Akan Pentingnya Kehidupan yang Bermakna
Jakarta, WISATA — Dalam dunia yang serba cepat dan penuh godaan materialisme, kutipan bijak dari Zeno dari Citium kembali menjadi pusat perhatian: “Ketidakbahagiaan datang dari mengejar hal-hal yang tidak kekal.” Kutipan ini tidak hanya menjadi warisan pemikiran filsafat kuno, tetapi juga menjadi refleksi kritis terhadap arah kehidupan manusia modern.
Zeno, pendiri aliran Stoicisme di Yunani Kuno, memahami bahwa penderitaan manusia tidak selalu berasal dari kenyataan hidup, tetapi lebih sering muncul karena ketergantungan kita pada hal-hal yang fana: harta, ketenaran, dan kekuasaan. Ketika manusia meletakkan kebahagiaannya pada sesuatu yang tidak abadi, maka ia akan terus berada dalam kecemasan akan kehilangan.
Ajaran Stoik: Menemukan Kebahagiaan dalam Ketetapan Batin
Stoicisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari dunia luar, melainkan dari ketenangan jiwa, kebajikan, dan penerimaan terhadap hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Dengan kata lain, jika seseorang menggantungkan kebahagiaan pada kekayaan, popularitas, atau pengakuan orang lain, maka ia menanamkan akar kebahagiaannya di tanah yang rapuh.
Zeno menekankan bahwa kita harus berhenti mengejar apa yang tidak kekal dan mulai fokus pada kebajikan, kejujuran, kesederhanaan, dan keteguhan hati. Nilai-nilai ini adalah fondasi yang stabil dalam menghadapi ketidakpastian hidup.
Dunia Modern dan Ketergantungan pada Hal-Hal Fana
Dalam era digital, media sosial menciptakan ilusi kebahagiaan yang ditentukan oleh “likes”, komentar, atau pengikut. Konsumerisme mendorong manusia untuk terus membeli lebih banyak, bergaya lebih megah, dan hidup lebih cepat. Namun, seiring waktu, banyak orang merasakan kehampaan batin meski telah mengumpulkan banyak hal secara fisik.
Zeno seakan berbicara langsung kepada generasi hari ini—generasi yang dikelilingi oleh kebisingan eksternal tetapi kehilangan ketenangan internal. Mengapa banyak orang merasa tidak bahagia meski telah memiliki semua yang diimpikan? Karena mereka menempatkan nilai tertinggi pada hal yang tidak bertahan lama.
Penerapan Nilai Stoik dalam Kehidupan Sehari-Hari
Untuk hidup selaras dengan filosofi Zeno, seseorang perlu menerapkan langkah-langkah sederhana namun berdampak besar, seperti:
1. Mengidentifikasi apa yang dapat dikendalikan dan melepaskan sisanya.
Fokuslah pada tindakan, bukan hasilnya.
2. Membangun karakter, bukan citra.
Penampilan luar dapat memudar, tetapi integritas bertahan selamanya.
3. Latih kesadaran dan syukur.
Banyak hal dalam hidup kita bersifat sementara, tapi rasa syukur membuat kita menghargai setiap momen.
4. Ukur kesuksesan dari kedalaman batin, bukan kekayaan lahiriah.
5. Kurangi keterikatan pada benda.
Gunakan benda, tapi jangan diperbudak olehnya.
Filosofi Zeno dan Jalan Menuju Kebijaksanaan
Zeno mengingatkan bahwa mengejar hal-hal yang tidak kekal hanyalah menunda penderitaan. Begitu hal itu hilang—dan cepat atau lambat akan hilang—datanglah kesedihan, kemarahan, atau bahkan kehancuran moral.
Sebaliknya, orang yang memahami bahwa semua yang fana hanyalah alat, bukan tujuan, akan membangun hidupnya di atas fondasi yang kokoh. Inilah inti dari kehidupan Stoik: kedamaian yang lahir dari kebajikan dan kontrol terhadap diri sendiri.
Relevansi Ajaran Zeno untuk Generasi Milenial dan Gen Z
Generasi muda saat ini menghadapi berbagai tantangan emosional—dari krisis identitas, burnout pekerjaan, hingga tekanan sosial digital. Dalam situasi ini, kutipan Zeno menjadi penyejuk dan panduan yang membawa mereka kembali kepada jati diri.
Banyak komunitas Stoik modern kini bermunculan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Buku-buku, podcast, hingga akun media sosial tentang Stoicisme menjadi populer karena menawarkan solusi yang sederhana, logis, dan praktis di tengah kompleksitas hidup.
Zeno menunjukkan bahwa kebahagiaan bukan dicari di luar, melainkan dibentuk dari dalam. Itulah alasan mengapa ajarannya tetap hidup dan relevan, ribuan tahun setelah ia wafat.
Penutup: Mengalihkan Fokus dari yang Fana ke yang Kekal
Jika ingin hidup dengan tenang, kita perlu mulai menata ulang skala prioritas dalam hidup. Bukan berarti tidak boleh menikmati harta, tetapi kita harus berhati-hati agar tidak menggantungkan jiwa kita padanya.
“Harta dapat hilang, tubuh dapat rapuh, reputasi dapat pudar. Tapi kebajikan, integritas, dan pikiran yang jernih akan menyinari jalan hidup kita, bahkan saat dunia meredup,” seolah itulah pesan abadi Zeno dari Citium.
Kini, saatnya bertanya: Apakah yang sedang Anda kejar saat ini benar-benar membawa kebaikan bagi jiwa Anda?