Belajar Stoikisme dari Seneca: Bahagia Tanpa Bergantung pada Dunia Luar

Seneca Filsuf Stoicisme
Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA  – Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tekanan sosial, banyak orang merasa kebahagiaan semakin sulit dicapai. Standar hidup yang dibentuk oleh media sosial, ekspektasi orang lain, serta tekanan ekonomi membuat kita terus merasa kurang dan terjebak dalam siklus keinginan tak berujung. Namun, filsuf Romawi kuno Seneca, melalui ajaran Stoikismenya, menawarkan cara berpikir yang sangat relevan: kebahagiaan sejati bukan berasal dari luar, melainkan dari dalam diri kita sendiri.

Stoikisme adalah aliran filsafat yang menekankan pada kehidupan yang selaras dengan kebajikan, logika, dan penerimaan terhadap hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Seneca, salah satu tokoh utama Stoikisme, mengajarkan bahwa untuk menjadi bahagia, seseorang harus memusatkan perhatian pada apa yang bisa ia kendalikan: pikiran, tindakan, dan sikap batin. Dunia luar bisa berubah, tapi kekuatan kita untuk merespons tetap ada dalam genggaman.

Mengapa Kita Tidak Perlu Bergantung pada Dunia Luar

Seneca menulis, “No man was ever wise by chance.” Dalam ajaran ini, ia menekankan bahwa kebijaksanaan dan kebahagiaan adalah hasil dari latihan dan kesadaran, bukan hasil keberuntungan atau situasi eksternal. Ia juga berkata, “It is not the man who has too little, but the man who craves more, that is poor.” Kalimat ini menjadi pengingat bahwa ketidakpuasan seringkali datang bukan karena kekurangan, tetapi karena ketamakan.

Ketika kita meletakkan kebahagiaan pada hal-hal di luar diri—seperti pengakuan sosial, kekayaan, atau status—kita menjadi rentan. Segala yang datang dari luar bisa berubah atau hilang. Namun ketika kita menggantungkan kebahagiaan pada kekuatan batin, seperti kesederhanaan, kedamaian, dan pengendalian diri, maka kita tidak akan mudah goyah oleh perubahan dunia.

Mengendalikan Diri di Tengah Kekacauan

Salah satu prinsip dasar Stoikisme yang diajarkan Seneca adalah pengendalian diri. Ia mengatakan, “Most powerful is he who has himself in his own power.” Dalam dunia yang seringkali tak bisa diprediksi, orang yang bisa mengendalikan reaksi dan emosinya memiliki kekuatan sejati.

Banyak dari penderitaan manusia berasal dari keinginan untuk mengendalikan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan: pendapat orang lain, hasil pekerjaan, atau bahkan cuaca. Stoikisme mengajarkan bahwa yang bisa kita kendalikan hanyalah pikiran, kata-kata, dan tindakan kita sendiri. Dengan memahami dan menerima ini, kita akan hidup lebih damai dan fokus.

Kebahagiaan Sejati Ada dalam Kesederhanaan

Seneca juga banyak menulis tentang hidup sederhana. Dalam suratnya kepada Lucilius, ia menulis, “It is a rough road that leads to the heights of greatness.” Jalan menuju kebahagiaan dan kebijaksanaan tidak selalu mudah, tapi sangat mungkin dicapai jika kita bersedia melepaskan keinginan yang tidak perlu dan fokus pada hal-hal esensial.

Hidup sederhana bukan berarti hidup miskin atau menolak kenyamanan. Justru hidup sederhana adalah bentuk kebijaksanaan, karena kita bisa memilih mana yang benar-benar penting dan membuang hal-hal yang hanya mendistraksi. Kebahagiaan sejati bukan soal memiliki banyak, tetapi tahu kapan cukup.

Tidak Takut Kehilangan

Seneca juga mengingatkan kita bahwa semua hal di dunia bersifat sementara. Dalam salah satu kutipannya, ia mengatakan, “What fortune has made yours is not your own.” Apa pun yang datang dari keberuntungan, bisa juga hilang kapan saja. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak terlalu menggantungkan hidup dan kebahagiaan pada hal-hal eksternal yang rapuh.

Ajaran ini sangat penting di era digital di mana segala sesuatu bergerak cepat, dan kehilangan bisa terjadi kapan saja—baik itu pekerjaan, hubungan, atau kesempatan. Dengan memahami bahwa segala sesuatu bisa berubah dan bersikap tenang menghadapinya, kita melatih kekuatan mental dan kebebasan batin.

Belajar Menjadi Teman untuk Diri Sendiri

Seneca menekankan pentingnya hubungan baik dengan diri sendiri. Ia berkata, “What progress, you ask, have I made? I have begun to be a friend to myself.” Dalam dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk sosial dan tuntutan eksternal, menjadi teman bagi diri sendiri adalah pencapaian yang luar biasa.

Dengan menjadi sahabat bagi diri sendiri, kita tidak mudah merasa kesepian atau butuh validasi dari luar. Kita bisa mengandalkan kekuatan internal untuk bertumbuh, menghadapi masalah, dan menikmati hidup dengan tenang.

Kesimpulan: Kekuatan Ada di Dalam Diri

Stoikisme mengajarkan bahwa kendali atas hidup tidak bergantung pada dunia luar, melainkan pada sikap kita terhadap dunia itu sendiri. Ajaran Seneca mengajak kita untuk berani menempuh jalan yang jarang dilalui—jalan menuju kebahagiaan sejati yang berasal dari dalam.

Dengan memahami dan menerapkan ajaran Stoikisme, kita bisa hidup lebih sederhana, tenang, dan bahagia. Kita tidak perlu mengejar dunia untuk bahagia, karena kebahagiaan sejati sudah ada dalam diri, menunggu untuk disadari.