Seneca: “Tidak ada kenikmatan dalam memiliki sesuatu yang berharga kecuali jika kita punya seseorang untuk berbagi.”

Seneca
Seneca
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA — Hidup seringkali dipenuhi oleh pencarian akan hal-hal berharga: harta, jabatan, pencapaian, dan berbagai bentuk kesuksesan. Namun di balik semua itu, Seneca—filsuf Stoik dari Roma Kuno—mengungkapkan sebuah kebenaran mendalam yang tak lekang oleh waktu: “Tidak ada kenikmatan dalam memiliki sesuatu yang berharga kecuali jika kita punya seseorang untuk berbagi.”

Dalam pernyataannya, Seneca mengingatkan kita bahwa nilai sejati dari kepemilikan—baik itu materi, pengalaman, atau bahkan kebijaksanaan—terletak bukan hanya pada benda atau pencapaiannya, tetapi pada kebahagiaan saat berbagi dengan orang lain. Ini adalah prinsip Stoik yang mengedepankan hubungan antarmanusia, empati, dan kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Di era modern ini, banyak orang terjebak dalam pola pikir individualistik. Mereka mengejar kekayaan dengan asumsi bahwa akumulasi materi akan membawa kebahagiaan. Padahal, seperti yang ditegaskan Seneca, kepuasan sejati tidak datang dari jumlah yang kita miliki, melainkan dari dengan siapa kita membaginya.

Pikirkan sejenak: apa arti makan malam mewah tanpa seseorang yang kita sayangi di seberang meja? Apa artinya memenangkan penghargaan jika tidak ada teman atau keluarga untuk ikut merayakan? Bahkan kesuksesan yang paling tinggi sekalipun akan terasa hampa jika tidak dibagikan.

Berbagi tidak selalu berarti memberi dalam bentuk fisik. Berbagi bisa hadir dalam bentuk waktu, perhatian, cerita, atau sekadar kehadiran. Inilah bentuk kekayaan emosional yang seringkali lebih langka dan lebih berarti dibanding harta benda.

Seneca juga menyinggung bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kita tidak diciptakan untuk hidup dalam isolasi. Kita tumbuh melalui relasi, berkembang melalui interaksi, dan merasakan makna melalui kebersamaan. Bahkan, kebahagiaan itu sendiri bisa dikatakan bersifat kolektif—ia berkembang ketika dirasakan bersama, bukan sendirian.

Banyak studi psikologi modern pun mendukung pandangan ini. Kebahagiaan seseorang ternyata sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungannya dengan orang lain. Mereka yang memiliki ikatan sosial yang kuat cenderung lebih bahagia, lebih sehat, dan hidup lebih lama dibanding mereka yang hidup sendiri atau terisolasi.

Hal ini sekaligus menjadi pengingat bahwa dalam membangun karier, mengejar impian, atau menimbun kekayaan, kita tidak boleh melupakan pentingnya koneksi emosional. Tidak ada gunanya mencapai puncak gunung jika kita mendakinya sendirian. Justru nilai perjalanan itu akan berlipat ganda ketika ada orang di sisi kita untuk tertawa, menangis, dan mengenang bersama.

Seneca, melalui pemikiran Stoik-nya, mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah milik individu semata. Kebahagiaan sejati bersifat partisipatif. Ia tumbuh dalam kebersamaan, dalam aksi berbagi, dan dalam kasih yang tulus. Ia hadir ketika kita bersedia membuka hati, menyambut kehadiran orang lain, dan membiarkan diri kita menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Jika kita hari ini memiliki sesuatu yang berharga—entah itu keberhasilan, cinta, ilmu, atau bahkan hanya waktu—maka bagikanlah. Karena dalam berbagi, kita bukan hanya memberi, tapi juga menerima makna yang jauh lebih besar dari kepemilikan itu sendiri.