Seneca: “Segala sesuatu adalah hasil upaya kreatif semesta. Tidak ada yang mati di alam ...

- Image Creator/Handoko
Pemikiran Seneca menjadi semakin relevan di era krisis iklim seperti sekarang. Banyak bencana ekologis terjadi karena manusia memperlakukan alam sebagai objek mati, bukan sebagai entitas hidup. Pembabatan hutan, pencemaran laut, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati terjadi akibat pandangan bahwa alam dapat dieksploitasi tanpa batas.
Padahal, sebagaimana ditekankan Seneca, tidak ada yang mati di alam. Segalanya saling terkait. Ketika satu bagian rusak, seluruh sistem ikut terdampak. Pandemi global, krisis pangan, dan ketidakstabilan iklim adalah bukti nyata bahwa luka di satu bagian bumi dapat menjalar ke seluruh dunia.
Filsafat untuk Tindakan: Belajar dari Alam
Seneca mengajak kita untuk melihat alam tidak hanya dengan mata, tapi dengan rasa hormat. Kita perlu belajar dari alam yang hidup:
- Keseimbangan: Alam selalu mencari titik seimbang. Kita pun harus belajar menyeimbangkan ambisi dan batas.
- Kesalingterkaitan: Setiap tindakan memiliki konsekuensi. Menghancurkan satu ekosistem berarti merusak jaringan kehidupan lainnya.
- Kesederhanaan: Alam hidup dengan siklus yang sederhana namun dalam. Kita pun bisa hidup bahagia dengan lebih sederhana.
Ilmu Modern Menegaskan Pandangan Seneca
Dalam ilmu biologi modern, konsep "biosfer" atau "ekosistem global" sangat mirip dengan pandangan Seneca. Ilmuwan seperti James Lovelock dengan teori Gaia menyatakan bahwa bumi adalah organisme hidup, di mana atmosfer, laut, tanah, dan makhluk hidup saling memengaruhi untuk menjaga kehidupan.