Epictetus: Keadaan Tidak Membentuk Manusia, Tetapi Mengungkapkan Jati Dirinya

- Cuplikan layar
“Circumstances don’t make the man, they only reveal him to himself.”
—Epictetus
Jakarta, WISATA - Dalam kehidupan, kita sering menyalahkan keadaan sebagai penyebab jatuh bangunnya diri kita. Kita berkata, “Aku menjadi seperti ini karena keadaan memaksaku.” Namun Epictetus, filsuf besar dari mazhab Stoikisme, justru membalikkan logika ini. Menurutnya, keadaan bukanlah pencipta karakter kita. Ia hanyalah cermin yang memperlihatkan siapa kita sebenarnya.
Keadaan Hanya Mengungkapkan, Bukan Membentuk
Epictetus percaya bahwa karakter sejati seseorang tidak dibentuk oleh dunia luar, melainkan diungkapkan olehnya. Ketika seseorang menghadapi kesulitan, ketidakadilan, atau penderitaan, yang terlihat bukanlah pengaruh keadaan itu sendiri, tetapi reaksi batin dan cara berpikir orang tersebut. Di sinilah letak jati diri yang sesungguhnya.
Dalam situasi krisis, ada yang panik, ada yang tetap tenang. Ada yang menyerah, ada pula yang justru bangkit lebih kuat. Perbedaan ini bukan karena keadaannya berbeda, tetapi karena kesiapan mental dan moral masing-masing individu.
Refleksi Diri: Siapa Aku Saat Semua Tidak Sesuai Harapan?
Seringkali, kita hanya mengenal diri kita di masa-masa tenang. Namun begitu badai datang—ketika bisnis gagal, hubungan kandas, atau impian runtuh—barulah kita benar-benar tahu siapa kita. Apakah kita pemarah? Apakah kita mudah putus asa? Atau justru sabar, gigih, dan penuh harapan?
Epictetus mengajak kita untuk melihat setiap tantangan sebagai jendela untuk mengenali karakter diri yang selama ini tersembunyi. Ia seolah berkata: jangan takut pada keadaan buruk—takutlah jika kita tidak belajar apa pun dari situasi itu.
Dunia Tidak Bisa Mengontrol Kita
Dalam Stoikisme, ada satu prinsip utama: kendalikan yang bisa kamu kendalikan, lepaskan yang tidak bisa. Dunia luar—cuaca, ekonomi, opini orang lain, bahkan nasib—bukanlah wilayah kekuasaan kita. Namun reaksi kita, sikap kita, pilihan kita—semuanya ada dalam kendali pribadi.
Kutipan Epictetus ini adalah ajakan untuk mengambil tanggung jawab penuh atas diri sendiri. Dunia mungkin keras, tetapi yang menentukan kualitas hidup kita adalah cara kita menyikapinya.
Ujian Karakter Sejati Terjadi Saat Keadaan Tidak Ideal
Banyak orang tampak bijak, tenang, dan ramah ketika segalanya berjalan sesuai keinginan. Namun kebijaksanaan sejati diuji justru ketika semuanya tidak sesuai harapan. Saat itulah, karakter sejati keluar. Maka, dalam Stoikisme, musibah bukan malapetaka, tetapi peluang untuk mengasah dan memperlihatkan kualitas diri.
Jangan berharap hidup selalu mulus. Sebaliknya, siapkan diri untuk tetap bermartabat ketika hal buruk terjadi. Itu adalah bukti kekuatan karakter yang sesungguhnya.
Kesimpulan: Lihatlah Keadaan Sebagai Cermin Diri
Epictetus menantang kita untuk tidak lagi menyalahkan keadaan. Apa pun yang terjadi dalam hidup hanyalah panggung tempat kita menunjukkan siapa diri kita yang sebenarnya. Jika ingin menjadi pribadi tangguh, kita harus melatih karakter bukan hanya di masa senang, tetapi juga di saat sulit.
Ingat, badai tidak membentuk kapal. Ia hanya menunjukkan apakah kapal itu dibangun dengan baik atau tidak. Begitu pula manusia. Keadaan tidak membentuk kita, tapi mengungkapkan apa yang ada dalam diri kita.