Marcus Aurelius: Kematian Tersenyum kepada Kita Semua, yang Bisa Kita Lakukan Hanyalah Membalas Senyum Itu

Marcus Aurelius
Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA — “Death smiles at us all; all we can do is smile back.” (Kematian tersenyum kepada kita semua; yang bisa kita lakukan hanyalah membalas senyum itu). Kalimat legendaris ini berasal dari Marcus Aurelius, Kaisar Romawi dan filsuf Stoik yang hidup pada abad ke-2 Masehi. Di tengah gemuruh kehidupan modern yang serba cepat dan penuh kecemasan, kalimat ini mengundang kita untuk merenung: bagaimana seharusnya kita memandang kematian, dan bagaimana pengaruhnya terhadap cara kita menjalani hidup?

Marcus Aurelius bukan sekadar seorang pemimpin besar Romawi, tetapi juga seorang pemikir mendalam yang menginspirasi dunia melalui bukunya, Meditations. Ia tidak menulis untuk dipublikasikan, melainkan sebagai catatan pribadi—namun justru dari kejujuran dan refleksi itulah muncul kekuatan kata-kata yang menggugah dan menenangkan.

Kematian: Bukan Musuh, Tapi Realitas yang Tak Terhindarkan

Bagi filsuf Stoik, kematian adalah bagian alami dari kehidupan. Ia bukan musuh yang harus ditakuti, tetapi realitas yang harus diterima. Dalam konteks itu, Marcus Aurelius menuliskan bahwa kematian “tersenyum” kepada semua manusia. Artinya, cepat atau lambat, maut akan datang menghampiri kita semua—tanpa memandang usia, kekayaan, jabatan, atau reputasi.

Namun justru karena sifatnya yang universal dan tak terelakkan, Marcus mengajak kita untuk tidak gentar. Kita tidak bisa melawannya, tapi kita bisa memilih bagaimana meresponsnya: dengan ketakutan, atau dengan keberanian dan senyuman yang penuh penerimaan.

Hidup dengan Kesadaran akan Kematian

Mengapa penting untuk menyadari kematian? Karena kesadaran ini membawa kita pada kualitas hidup yang lebih tinggi. Jika kita sadar bahwa waktu kita terbatas, kita cenderung akan lebih bijak dalam memilih apa yang penting: hubungan dengan orang-orang tercinta, impian yang tertunda, nilai-nilai yang benar-benar kita pegang.

Filsafat Stoik mengenal istilah memento mori—ingatlah bahwa kamu akan mati. Ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk membangkitkan semangat hidup yang sejati. Dalam kerangka itu, “membalas senyuman kematian” berarti menjalani hidup dengan berani, tanpa penyesalan, dan dengan sikap bahwa setiap hari adalah anugerah.

Ketakutan Terhadap Kematian di Era Modern

Di dunia modern, kematian sering menjadi topik yang dihindari. Ia dianggap tabu, suram, dan terlalu menyedihkan untuk dibicarakan. Namun ironisnya, justru dengan menghindari percakapan tentang kematian, banyak orang terjebak dalam kehidupan yang hampa. Mereka menumpuk kekayaan, mengejar jabatan, atau hidup untuk pencitraan, seakan kematian bisa diabaikan.

Padahal, seperti kata Marcus Aurelius, kematian tidak membeda-bedakan. Ia hadir untuk semua. Maka, jika kita berani menatapnya, kita justru akan hidup lebih tulus, lebih bermakna, dan lebih siap untuk menerima apa pun yang datang.

Membalas Senyuman Kematian: Bukan Sikap Pasrah, Tapi Keberanian

Mengapa “tersenyum kembali” kepada kematian menjadi simbol penting? Karena itu mencerminkan sikap batin yang kuat. Tersenyum bukan berarti menyerah atau pasrah. Tersenyum berarti menerima kenyataan tanpa dendam, tanpa penyesalan, dan tanpa rasa takut berlebihan.

Bayangkan seorang prajurit yang tahu bahwa esok ia akan bertempur. Ia sadar bahwa kemungkinan mati sangat besar. Namun ia tetap maju, bukan dengan rasa takut yang membelenggu, melainkan dengan kepala tegak dan hati yang damai. Inilah gambaran nyata dari ajaran Marcus Aurelius.

Refleksi Pribadi: Apakah Kita Sudah Siap Tersenyum?

Coba renungkan: jika kematian datang esok, apakah kita sudah bisa menerimanya dengan senyuman? Pertanyaan ini bukan untuk memicu ketakutan, tetapi untuk menguji kualitas kehidupan yang telah kita jalani.

Sudahkah kita mencintai dengan sepenuh hati?
Sudahkah kita mengejar mimpi yang lama kita pendam?
Sudahkah kita memaafkan dan meminta maaf?
Sudahkah kita bersyukur atas waktu yang diberikan?

Jika jawaban kita masih ragu, maka inilah waktunya untuk memulai hidup yang lebih tulus. Karena pada akhirnya, cara terbaik untuk membalas senyum kematian adalah dengan menjalani hidup sepenuh hati, seakan setiap hari adalah kesempatan terakhir untuk menjadi versi terbaik dari diri kita.

Pesan Marcus Aurelius di Tengah Dunia yang Cemas

Ketika dunia dilanda krisis, pandemi, konflik sosial, dan tekanan mental, kata-kata Marcus Aurelius menjadi lebih relevan dari sebelumnya. Ia tidak menawarkan janji-janji palsu, tetapi justru memberikan kekuatan batin: kendalikan apa yang bisa dikendalikan, terima apa yang tak bisa diubah, dan jalani hidup dengan nilai-nilai yang tak tergoyahkan.

Dengan filosofi ini, kita tak lagi dikendalikan oleh rasa takut, tetapi menjadi tuan atas hidup kita sendiri. Kita tidak perlu menjadi sempurna atau luar biasa. Cukup menjadi manusia yang sadar, berani, dan siap tersenyum saat takdir menjemput.

Kesimpulan: Tersenyumlah, Karena Hidup Itu Singkat

Membalas senyuman kematian bukan tentang menyerah, melainkan tentang merangkul hidup dengan sepenuh hati. Marcus Aurelius mengingatkan kita bahwa hidup tidak hanya soal bertahan, tetapi juga soal berani.

Hidup ini singkat. Maka jangan biarkan ia berlalu begitu saja. Hidupkanlah setiap hari dengan cinta, keberanian, dan kebijaksanaan. Dengan begitu, ketika kematian akhirnya menghampiri, kita akan tersenyum—karena kita tahu, kita sudah benar-benar hidup.