Marcus Aurelius: Hidup Selaras dengan Diri Sendiri Adalah Hidup Selaras dengan Alam Semesta

Marcus Aurelius
Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA — Filsuf Stoik dan Kaisar Romawi terkenal, Marcus Aurelius, pernah mengatakan, “He who lives in harmony with himself lives in harmony with the universe.” Dalam bahasa Indonesia, kalimat ini berarti, “Barangsiapa hidup selaras dengan dirinya sendiri, ia hidup selaras dengan alam semesta.”

Ungkapan ini mengandung makna mendalam, terlebih di era modern saat manusia kerap terjebak dalam kebisingan dunia luar, tekanan sosial, dan tuntutan hidup yang tak pernah berhenti. Marcus Aurelius, melalui kebijaksanaan Stoikanya, mengajak manusia untuk kembali ke dalam — untuk berdamai dengan diri sendiri terlebih dahulu sebelum mencoba menaklukkan dunia luar.

Keseimbangan Diri: Fondasi Keharmonisan Hidup

Hidup dalam harmoni dengan diri sendiri bukan sekadar istilah yang bersifat spiritual atau filosofis semata. Ini merupakan keadaan di mana seseorang mampu menerima dirinya secara utuh — termasuk kekuatan dan kelemahan yang ia miliki. Dalam filsafat Stoik, ketenangan batin dan pengendalian diri dianggap sebagai puncak kebajikan.

“Selama manusia masih berperang dengan batinnya sendiri, sulit baginya untuk merasakan kedamaian dengan lingkungan sekitar,” ujar Dr. Fitriani Sari, dosen filsafat di Universitas Gadjah Mada. “Marcus Aurelius mengajarkan bahwa kebahagiaan bukan dicapai dengan menundukkan dunia, melainkan dengan menaklukkan konflik internal dalam diri sendiri.”

Ketika seseorang hidup dengan nilai-nilai yang selaras dengan hati nuraninya, ia akan lebih mampu menghadapi dunia luar tanpa ketegangan yang berlebihan. Ia tidak lagi dikuasai oleh keinginan yang tak terkendali, rasa iri, atau kecemasan akan masa depan.

Relevansi di Era Modern yang Penuh Tekanan

Dalam kehidupan modern, tekanan hidup datang dari berbagai arah: pekerjaan, ekspektasi sosial, media sosial, dan kompetisi. Banyak orang merasa terasing dari dirinya sendiri, karena lebih sering memenuhi harapan orang lain dibanding menjalani hidup berdasarkan nilai dan suara hatinya.

Psikolog klinis, Laksmi Prawita, menjelaskan bahwa banyak pasien yang datang ke ruang konselingnya merasa cemas dan kehilangan arah karena tidak mengenali siapa diri mereka sebenarnya. “Mereka hidup dengan topeng demi menyenangkan orang lain, dan itu membuat mereka makin jauh dari keseimbangan batin. Padahal, fondasi kebahagiaan sejati adalah penerimaan dan keselarasan dengan diri sendiri,” katanya.

Pernyataan Marcus Aurelius menjadi pengingat yang sangat relevan: bahwa ketenangan batin dan penerimaan diri adalah gerbang menuju kehidupan yang harmonis, bukan hanya secara pribadi, tetapi juga dalam relasi sosial, pekerjaan, bahkan dalam hubungan dengan alam.

Harmoni Diri dan Alam Semesta: Sebuah Kesatuan

Konsep Stoik menekankan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta, bukan entitas yang terpisah darinya. Dengan kata lain, ketika seseorang hidup selaras dengan nilai-nilai luhur — seperti kebajikan, kejujuran, dan kebijaksanaan — maka ia sebenarnya sedang hidup dalam harmoni dengan tatanan semesta yang lebih besar.

“Dalam Stoisisme, kehidupan diatur oleh logos, yakni hukum alam yang rasional dan teratur. Ketika seseorang hidup sesuai dengan logos, ia berada dalam arus yang selaras dengan semesta,” jelas Dr. Hendra Kusuma, peneliti filsafat klasik.

Oleh karena itu, hidup dalam harmoni dengan diri sendiri bukan berarti hidup dalam kesendirian atau egoisme, melainkan hidup yang selaras dengan tatanan kosmos — di mana manusia, sesama, dan alam saling terhubung dalam satu kesatuan eksistensial.

Praktik Kehidupan: Membangun Keselarasan dari Dalam

Untuk mencapai keselarasan dengan diri sendiri, Marcus Aurelius mendorong manusia untuk melakukan refleksi diri secara rutin, menjauh dari keinginan yang tidak rasional, dan hidup berdasarkan kebajikan. Ia sendiri menuliskan pemikirannya dalam jurnal pribadinya yang kini dikenal sebagai Meditations, yang hingga hari ini masih menjadi rujukan penting bagi para pencari kebijaksanaan.

Beberapa cara sederhana untuk membangun keselarasan batin di antaranya:

1.     Meditasi dan refleksi diri
Meluangkan waktu setiap hari untuk mengevaluasi pikiran dan tindakan dapat membantu menyelaraskan hidup dengan nilai-nilai pribadi.

2.     Menjaga integritas dalam tindakan
Bertindak sesuai dengan apa yang diyakini benar, tanpa dipengaruhi oleh tekanan sosial atau keinginan sesaat.

3.     Mengurangi ketergantungan pada validasi eksternal
Menyadari bahwa penerimaan dan kedamaian berasal dari dalam diri, bukan dari pujian atau pengakuan orang lain.

4.     Menjalin hubungan sehat dengan sesama
Hidup selaras bukan berarti menarik diri dari masyarakat, tetapi membangun hubungan berdasarkan rasa hormat, empati, dan kejujuran.

Penutup: Hidup Sadar dan Terarah

Ungkapan Marcus Aurelius mengingatkan kita akan pentingnya hidup yang sadar, terarah, dan terhubung dengan nilai-nilai batin yang sejati. Dalam dunia yang sering kali mendorong kita untuk terus berlari tanpa arah, pesan ini mengajak kita untuk berhenti sejenak dan bertanya: “Apakah aku sudah hidup selaras dengan diriku sendiri?”

Karena ketika seseorang telah berdamai dengan dirinya sendiri, dunia luar tidak lagi terasa mengancam. Ia bisa merespons kehidupan dengan tenang, membuat keputusan yang bijak, dan menyebarkan kebaikan dari kedamaian batin yang ia miliki. Dan seperti yang diajarkan Marcus Aurelius, saat itulah kita benar-benar hidup selaras dengan alam semesta.