Seneca: “Mereka yang Melindungi Orang Jahat Justru Menyakiti Orang Baik”

- Cuplikan layar
Fenomena impunitas masih menjadi tantangan nyata di Indonesia. Dari kasus korupsi hingga pelanggaran HAM, tidak sedikit pelaku yang mendapatkan perlakuan istimewa, bahkan tetap bisa menjalani kehidupan sosial atau politik tanpa beban. Hal ini menciptakan ketimpangan rasa keadilan di masyarakat.
“Ada banyak kasus di mana pelaku kejahatan kerah putih tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, sedangkan rakyat kecil yang bersalah karena terpaksa justru dihukum berat. Ini adalah bentuk nyata dari ucapan Seneca,” kata Wahyu Ramadhan, pengamat kebijakan publik dari Lembaga Studi Antikorupsi.
Wahyu menegaskan bahwa pembiaran terhadap pelaku kejahatan bukan hanya merusak sistem, tapi juga menghancurkan semangat juang masyarakat untuk tetap berbuat baik. “Orang baik bisa menjadi apatis atau bahkan ikut berbuat buruk ketika melihat ketidakadilan menjadi hal yang lumrah.”
Dampak Sosial: Ketika Kebaikan Tidak Lagi Dihargai
Ketika orang jahat diberi tempat, bahkan dilindungi atau dipromosikan, orang baik merasa kehilangan motivasi. Ini bukan sekadar asumsi, tetapi tercermin dari berbagai survei sosial yang menunjukkan meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dan keadilan.
Sebuah survei nasional yang dilakukan pada awal 2025 oleh Lembaga Survei Masyarakat Adil menunjukkan bahwa 63% responden merasa bahwa “berbuat baik di Indonesia tidak dihargai,” dan 71% merasa bahwa “orang jahat lebih mudah berhasil.” Ini menjadi alarm moral yang mengkhawatirkan.
“Kepercayaan publik adalah fondasi sosial yang harus dijaga. Tanpa keadilan, tidak ada motivasi bagi warga untuk berkontribusi secara positif,” ujar Zainal Abidin, peneliti etika publik.