Marcus Aurelius: Bersikap Toleran pada Orang Lain, Tegas pada Diri Sendiri

Marcus Aurelius
Marcus Aurelius
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

“Be tolerant with others and strict with yourself.”
Marcus Aurelius

Jakarta, WISATA — Dalam era modern yang penuh polarisasi, kritik, dan opini yang bertabrakan, manusia semakin mudah terjebak dalam sikap menghakimi orang lain. Kita sering kali lebih mudah menuntut kesempurnaan dari orang di sekitar kita, tetapi lupa bercermin pada ketidaksempurnaan diri sendiri. Filsuf Romawi kuno, Marcus Aurelius, menyampaikan nasihat abadi yang masih sangat relevan hari ini: "Bersikaplah toleran terhadap orang lain dan tegaslah terhadap dirimu sendiri."

Kutipan pendek ini mengandung kebijaksanaan Stoik yang sangat mendalam. Marcus Aurelius, yang juga merupakan seorang Kaisar Romawi, tidak hanya memerintah dengan kekuasaan tetapi juga dengan filosofi hidup yang ia jalankan secara konsisten—mengajarkan bahwa disiplin diri dan toleransi sosial adalah fondasi utama kebijaksanaan.

Toleransi: Menerima Keterbatasan Orang Lain

Toleransi bukan berarti menyetujui kesalahan atau membenarkan perilaku yang merugikan. Namun, toleransi berarti memahami bahwa setiap manusia sedang berada dalam proses belajar. Tidak ada yang sempurna. Orang bisa salah, bisa khilaf, dan bisa berubah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menghadapi orang dengan karakter berbeda, latar belakang berbeda, hingga cara pandang yang tidak selalu sejalan. Tanpa toleransi, kita akan hidup dalam kemarahan dan frustrasi yang terus-menerus.

Marcus Aurelius mengingatkan bahwa kita tidak dapat mengendalikan perilaku orang lain, tetapi kita dapat memilih bagaimana meresponsnya. Toleransi mengajarkan kita untuk memberi ruang kepada orang lain, sama seperti kita pun butuh ruang untuk belajar dan memperbaiki diri.

Tegas pada Diri Sendiri: Disiplin, Tanggung Jawab, dan Refleksi

Berbeda dari sikap kita terhadap orang lain, Marcus menekankan pentingnya bersikap strict atau tegas pada diri sendiri. Artinya, kita harus memiliki standar moral dan etika yang tinggi terhadap tindakan dan keputusan kita sendiri. Ini mencakup:

  • Disiplin waktu
  • Kejujuran terhadap diri sendiri
  • Komitmen untuk terus belajar dan memperbaiki kesalahan
  • Tidak mencari-cari alasan atau menyalahkan pihak luar atas kegagalan kita

Dalam dunia Stoikisme, kemerdekaan sejati datang dari menguasai diri sendiri. Saat kita berhenti menyalahkan keadaan dan mulai memikul tanggung jawab atas hidup kita, maka kita telah melangkah menuju kebijaksanaan.

Menghindari Dosa Ganda: Menghakimi dan Lalai

Marcus Aurelius menyampaikan pesan tersirat yang sangat penting: ketika kita terlalu keras pada orang lain tetapi lunak pada diri sendiri, kita melakukan kesalahan ganda. Kita menjadi hakim yang tak adil—menuntut kebaikan dari orang lain, padahal kita sendiri belum mencontohkan hal yang sama.

Sebaliknya, jika kita bersikap lembut kepada orang lain dan tegas terhadap diri sendiri, kita menciptakan ruang sosial yang damai dan pribadi yang tangguh. Dua kualitas ini, menurut Stoikisme, adalah pondasi kebajikan publik dan pribadi.

Relevansi dalam Dunia Modern: Media Sosial dan Ekspektasi Sosial

Media sosial hari ini sering menjadi ruang yang memupuk kebiasaan sebaliknya—kita lunak terhadap diri sendiri tapi kejam terhadap orang lain. Kita cepat mengomentari, menghakimi, bahkan membatalkan seseorang tanpa memberi ruang untuk dialog atau pertumbuhan.

Di sisi lain, kita enggan merefleksikan tindakan dan kontribusi kita sendiri dalam dinamika sosial yang kita ikuti. Marcus mengajarkan agar kita membalik kebiasaan itu: kurangi penilaian terhadap orang lain, dan tingkatkan evaluasi diri sendiri.

Contohnya:

  • Jika rekan kerja terlambat, kita mungkin bisa lebih sabar dan memahami situasinya.
  • Namun jika kita sendiri terlambat, kita harus menyadari bahwa itu mencerminkan kurangnya disiplin dan harus diperbaiki.

Menjadi Teladan, Bukan Penghukum

Ajaran Marcus mendorong kita untuk menjadi pribadi yang memberi contoh, bukan sekadar memberi perintah. Pemimpin sejati adalah mereka yang menunjukkan kualitas moral melalui tindakan mereka, bukan hanya kata-kata. Dalam hal ini, tegas pada diri sendiri menjadi bukti integritas, dan toleran terhadap orang lain menjadi ekspresi kasih sayang.

Latihan Harian Stoik: Menjaga Keseimbangan

Agar ajaran ini bisa diterapkan dalam kehidupan nyata, kita bisa memulai dengan latihan-latihan kecil seperti:

  • Menulis jurnal harian: Apa kesalahan yang saya buat hari ini? Bagaimana saya bisa memperbaikinya?
  • Melatih empati: Sebelum mengkritik orang lain, tanyakan pada diri sendiri: Apakah saya pernah berada dalam posisi mereka?
  • Melatih tanggung jawab: Jika suatu hal tidak berjalan baik, tanyakan: Apa kontribusi saya dalam situasi ini?

Penutup: Dunia yang Lebih Damai Dimulai dari Dalam Diri

Marcus Aurelius mengajarkan bahwa dunia tidak akan menjadi tempat yang lebih baik jika setiap orang saling menuntut dan menghakimi. Dunia menjadi lebih baik ketika setiap individu bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan bersikap penuh pengertian kepada orang lain.

Dalam dunia yang bising dan terburu-buru ini, kutipan singkat dari Marcus membawa kita pada refleksi penting:

Bersikaplah toleran terhadap orang lain, karena kita tidak tahu perjuangan batin mereka. Bersikaplah tegas pada diri sendiri, karena hanya dari situ perubahan bisa terjadi