Sampai Kapan Kamu Menunggu untuk Menuntut yang Terbaik bagi Dirimu? – Seruan Epictetus untuk Bangkit dan Bertindak

Epictetus Filsuf Stoik
Epictetus Filsuf Stoik
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA – Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, banyak orang merasa tertinggal oleh ambisi sendiri, terjebak dalam rutinitas, dan lupa bertanya: Apakah hidup yang dijalani saat ini sudah mencerminkan potensi terbaik dalam diri? Dalam perenungan mendalam dari filsuf Stoik Epictetus, kita dihadapkan pada pertanyaan yang menggugah nurani:

“How long are you going to wait before you demand the best for yourself?”
(Sampai kapan kamu akan menunggu sebelum menuntut yang terbaik untuk dirimu sendiri?)

Kutipan ini bukan sekadar motivasi singkat. Ia adalah tamparan halus untuk mengingatkan bahwa kita punya tanggung jawab terhadap hidup kita sendiri—dan penundaan hanya akan memperpanjang penderitaan.

Waktu Terus Berjalan, Apakah Kita Tetap Diam?

Epictetus, seorang filsuf Stoik dari Yunani kuno yang hidup sebagai budak sebelum akhirnya menjadi guru filsafat, memahami betul tentang keterbatasan, penderitaan, dan potensi perubahan. Bagi Epictetus, manusia bukan korban keadaan, tetapi pemegang kendali atas sikap dan pilihannya.

Pertanyaannya menjadi relevan dalam konteks modern: berapa banyak orang yang tahu apa yang seharusnya mereka kejar, namun terus menunda? Entah karena takut gagal, ragu-ragu, atau terbiasa nyaman dengan keadaan yang jauh dari ideal.

Menurut data dari sebuah studi Harvard Business Review, lebih dari 70% orang dewasa mengaku tidak puas dengan pekerjaan atau gaya hidup mereka, tetapi hanya sebagian kecil yang benar-benar mengambil langkah perubahan. Di sinilah kata-kata Epictetus menjadi cermin: sampai kapan kamu menunggu?

Menuntut yang Terbaik: Bukan Egois, tapi Bertanggung Jawab

Menuntut yang terbaik bagi diri sendiri bukan berarti serakah atau narsistik. Justru, itu bentuk penghormatan terhadap kehidupan. Kita hanya hidup sekali, dan waktu tidak akan kembali. Maka, meremehkan potensi diri sendiri adalah bentuk pengkhianatan terhadap hidup yang sudah diberikan.

Dalam konteks Stoik, menuntut yang terbaik berarti menjalani hidup sejalan dengan kebajikan: jujur, berani, tekun, dan bijaksana. Bukan soal menjadi kaya atau terkenal, tetapi tentang menjadi versi terbaik dari diri sendiri—dengan karakter kuat dan batin yang teguh.

Tantangan Modern: Godaan untuk Menunda

Era digital menawarkan hiburan instan dan ilusi kesuksesan cepat. Kita terdorong untuk membandingkan diri dengan orang lain, lalu merasa tidak cukup baik. Dari sinilah muncul godaan untuk menunda langkah: menunggu waktu yang tepat, kondisi yang sempurna, atau motivasi yang datang entah dari mana.

Namun Stoikisme mengajarkan: waktu yang tepat adalah sekarang. Tindakan hari ini, sekecil apa pun, lebih berarti daripada rencana sempurna yang tak pernah dijalankan. Dalam setiap napas, ada kesempatan untuk mulai berubah.

Epictetus dan Filosofi Hidup Aktif

Epictetus menekankan bahwa kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di luar diri, tetapi kita bisa mengatur respons kita. Jadi, jika kita merasa hidup tak memuaskan, itu panggilan untuk mengubah sikap dan tindakan—bukan menyalahkan nasib.

Kutipan ini menantang kita untuk bertindak, bukan sekadar merenung:

“Sampai kapan kamu akan menunggu sebelum menuntut yang terbaik untuk dirimu sendiri?”

Pertanyaan ini bisa menjadi awal dari keputusan besar—baik itu keluar dari zona nyaman, mengejar pendidikan baru, memulai bisnis sendiri, atau meninggalkan hubungan yang toksik demi hidup yang lebih bermakna.

Hidup Tidak Menunggu

Dalam konteks Indonesia hari ini, banyak generasi muda menghadapi tekanan ekonomi, perubahan sosial, dan krisis identitas. Namun sekaligus, mereka memiliki akses ke informasi, teknologi, dan peluang yang belum pernah ada sebelumnya. Inilah momen terbaik untuk tidak lagi menunggu.

Seperti kata Epictetus, hidup terbaik tidak datang karena ditunggu, tetapi karena dituntut dan diperjuangkan.

Penutup: Saatnya Bergerak, Bukan Berandai-andai

Waktu terus berlalu, dan hidup tidak pernah berhenti. Jika kita tidak mengambil keputusan hari ini, kita mungkin hanya akan mengulang pola lama yang menunda kebahagiaan sejati.

Mulailah dengan langkah kecil: buat keputusan bijak, bersikap jujur pada diri sendiri, dan bertindak dengan keberanian. Tuntut yang terbaik—bukan dari dunia, tetapi dari dirimu sendiri.