Marcus Aurelius: Gangguan Sejati Berasal dari Dalam Diri Kita Sendiri

Marcus Aurelius
Marcus Aurelius
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

 

Jakarta, WISATA"Hindarilah gangguan luar. Yang mengganggumu sebenarnya adalah penilaianmu sendiri terhadapnya," demikian kutipan bijak dari Marcus Aurelius, kaisar Romawi yang juga dikenal sebagai salah satu filsuf Stoik terbesar sepanjang masa. Ungkapan ini bukan sekadar kalimat puitis, tetapi cerminan dari filsafat hidup yang mengajarkan manusia untuk melihat ke dalam, bukan ke luar, dalam menghadapi tantangan hidup.

Filsafat Stoik, yang berkembang di Yunani dan kemudian diadopsi oleh pemikir Romawi seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius, menekankan pada pentingnya pengendalian diri, logika, dan kebajikan. Dalam konteks modern yang penuh distraksi digital, tekanan sosial, dan ketidakpastian ekonomi, ajaran Stoik kembali relevan dan menjadi sumber inspirasi banyak orang.

Gangguan yang Sebenarnya Bukan dari Luar

Marcus Aurelius, dalam bukunya yang terkenal Meditations, menulis catatan pribadinya tentang bagaimana tetap waras dan bijaksana di tengah beban sebagai pemimpin imperium. Ia percaya bahwa perasaan terganggu, marah, atau gelisah bukan berasal dari dunia luar, melainkan dari cara kita memandang dan menilai situasi tersebut.

Sebagai contoh, ketika seseorang dikritik di media sosial, rasa sakit hati bukan datang dari kritik itu sendiri, melainkan dari penilaian kita terhadap kritik tersebut. Jika seseorang menganggap kritik sebagai masukan, maka ia akan tumbuh. Sebaliknya, jika dianggap serangan pribadi, maka ia akan merasa tersinggung.

Relevansi Stoik di Era Modern

Penelitian psikologi modern membenarkan kebijaksanaan Stoik ini. Konsep cognitive appraisal menyatakan bahwa emosi kita sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita menafsirkan kejadian. Ini sejalan dengan prinsip Stoik bahwa kita punya kuasa untuk mengendalikan reaksi emosional kita terhadap peristiwa, meskipun kita tidak bisa mengendalikan peristiwanya itu sendiri.

Dalam dunia kerja, misalnya, tekanan deadline, atasan yang keras, atau lingkungan kerja yang kompetitif bisa menjadi sumber stres. Namun, jika seseorang bisa memisahkan antara apa yang bisa dikendalikan (usaha, waktu kerja, komunikasi) dan yang tidak bisa dikendalikan (sikap atasan, keputusan perusahaan), maka ia akan memiliki ketenangan batin yang lebih besar.

Latihan Stoik Sehari-hari

Menerapkan Stoikisme tidak harus menjadi filsuf atau meninggalkan kehidupan modern. Beberapa cara sederhana untuk mempraktikkannya adalah:

  • Latihan Dikotomi Kendali: Bedakan mana yang bisa kamu kontrol dan mana yang tidak.
  • Jurnal Refleksi Harian: Tulis peristiwa hari itu dan bagaimana kamu meresponsnya. Evaluasi apakah reaksi itu konstruktif.
  • Visualisasi Negatif (Premeditatio Malorum): Bayangkan hal buruk bisa terjadi, bukan untuk jadi pesimis, tapi untuk menyiapkan mental dan tidak mudah terguncang.
  • Latihan Diam (Inner Silence): Ambil waktu beberapa menit setiap hari untuk tenang dan mengamati pikiranmu tanpa bereaksi.

Stoik untuk Generasi Digital

Di tengah kehidupan digital yang penuh notifikasi dan ekspektasi sosial yang tak berujung, kutipan Marcus Aurelius mengingatkan kita akan pentingnya inner peace. Bukan berarti kita harus apatis, tetapi agar kita tidak menjadi budak emosi karena hal-hal yang sebenarnya bisa kita atur secara batiniah.

Stoikisme bukan tentang menyangkal emosi, tetapi memahami bahwa kebijaksanaan dimulai dari keheningan dan pemahaman bahwa tidak semua hal layak untuk diresahkan.

Kesimpulan

Kutipan Marcus Aurelius bukan sekadar kata mutiara, tetapi jalan hidup: Gangguan sejati bukan datang dari luar, tetapi dari bagaimana kita menilai dunia luar itu. Maka, jika kita ingin hidup lebih damai di dunia yang gaduh, mungkin sudah waktunya untuk kembali ke kebijaksanaan para filsuf kuno.