Sains, Anak Kandung Islam yang Dibuang: Peran Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Aristoteles

Aristoteles dan Ibnu Sina (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Al-Farabi meyakini bahwa akal manusia adalah alat utama untuk mencapai pengetahuan. Baginya, tidak ada pertentangan antara akal dan wahyu, melainkan keduanya adalah jalan menuju kebenaran.

Ibnu Sina: Bapak Kedokteran Modern

Jika Al-Farabi disebut sebagai "Guru Kedua," maka Ibnu Sina (Avicenna) adalah bintang terang dalam dunia medis dan filsafat. Lahir pada tahun 980 M, Ibnu Sina menghasilkan lebih dari 200 karya dalam berbagai bidang, mulai dari kedokteran hingga filsafat.

Karya terkenalnya, Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine), menjadi rujukan utama dalam dunia medis selama berabad-abad, baik di dunia Islam maupun Eropa. Ibnu Sina juga mengembangkan konsep metafisika yang mengintegrasikan gagasan Aristoteles dengan ajaran Islam.

Ibnu Sina adalah contoh nyata bagaimana tradisi filsafat Yunani diadaptasi dan dikembangkan oleh cendekiawan Muslim. Ia meyakini bahwa pengetahuan harus didasarkan pada observasi dan akal sehat, prinsip yang menjadi dasar bagi metode ilmiah modern.

Dunia Islam sebagai Pusat Keilmuan Dunia

Pada masa kejayaannya, dunia Islam tidak hanya menjadi pelestari warisan Yunani, tetapi juga inovator dalam ilmu pengetahuan. Para ilmuwan seperti Al-Khwarizmi, Ibnu Haytham, dan Al-Biruni memberikan kontribusi besar dalam bidang matematika, optik, dan astronomi.