Haruskah Pemimpin Menjadi Kejam? Pandangan Machiavelli yang Kontroversial
- Image Creator Bing/Handoko
Dalam dunia modern, teori Machiavelli masih relevan, terutama di kalangan para pemimpin otoriter yang menggunakan kekuatan dan intimidasi untuk mempertahankan kendali. Menurut laporan dari Freedom House, pada tahun 2023, hanya 20% dari populasi dunia yang hidup di negara-negara yang sepenuhnya bebas. Sisanya, lebih dari 80%, hidup di bawah rezim yang sebagian besar menggunakan taktik otoriter atau semidiktator.
Namun, ada paradoks dalam data ini. Studi yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit pada tahun 2022 menunjukkan bahwa negara-negara dengan indeks demokrasi yang lebih tinggi justru cenderung lebih stabil dan makmur dalam jangka panjang. Indeks Demokrasi, yang mengukur berbagai indikator kebebasan politik dan hak asasi manusia, menunjukkan bahwa negara-negara seperti Norwegia, Islandia, dan Swedia menduduki peringkat teratas dengan kesejahteraan yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Sebaliknya, negara-negara dengan gaya kepemimpinan yang otoriter, meskipun mampu menciptakan ketertiban dalam jangka pendek, sering kali mengalami ketidakstabilan sosial dan ekonomi dalam jangka panjang. Venezuela, misalnya, dengan pendekatan otoriter Presiden Nicolás Maduro, mengalami krisis ekonomi yang mendalam, dengan tingkat inflasi mencapai lebih dari 3.000% pada tahun 2023 menurut data dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Apakah Kekejaman Syarat Sukses Penguasa?
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kejamnya seorang pemimpin mungkin memberikan keuntungan jangka pendek dalam mempertahankan kekuasaan, namun bukanlah jaminan untuk kesuksesan jangka panjang. Ini sesuai dengan peringatan Machiavelli bahwa seorang penguasa harus tahu kapan dan bagaimana menggunakan kekejaman secara efektif dan tepat sasaran.
Machiavelli juga memperkenalkan konsep virtù (kebajikan) dan fortuna (keberuntungan) sebagai dua elemen penting yang harus dimiliki seorang penguasa. Seorang pemimpin yang baik, menurutnya, adalah seseorang yang mampu memanfaatkan kesempatan yang ada (fortuna) dengan keterampilan dan kecerdasan (virtù). Dengan kata lain, seorang penguasa tidak boleh sepenuhnya bergantung pada kekejaman, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk menavigasi situasi politik yang kompleks dengan cara yang cerdas dan strategis.
Pemikiran Machiavelli di Dunia Politik Modern