Mengapa Socrates Memilih Kematian? Keberanian atau Keputusasaan?

Suasana Penjara Socrates Jelang Hukuman Mati
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Socrates, seorang filsuf besar Yunani kuno, bukan hanya dikenang karena ajaran filsafatnya yang revolusioner tetapi juga karena caranya yang tenang dan penuh keyakinan dalam menghadapi kematian. Pilihannya untuk menerima hukuman mati, alih-alih melarikan diri atau berkompromi dengan prinsip-prinsipnya, telah lama menjadi bahan diskusi dan refleksi dalam dunia filsafat. Banyak yang bertanya, apakah keputusan Socrates untuk tetap tinggal di Athena dan menerima kematian adalah tindakan keberanian atau justru bentuk keputusasaan?

Socrates dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Athena pada tahun 399 SM atas tuduhan merusak moral pemuda dan tidak menghormati dewa-dewa negara. Meskipun pengadilan menawarkan kesempatan baginya untuk melarikan diri, Socrates dengan tegas menolak. Ia memilih untuk tetap setia pada prinsip-prinsipnya tentang kebenaran dan keadilan, bahkan jika itu berarti kematiannya. Dalam dialog "Apologia" yang ditulis oleh muridnya, Plato, Socrates mengatakan bahwa hidup tanpa refleksi tidak layak dijalani. Bagi Socrates, kematian bukanlah hal yang perlu ditakuti, melainkan kesempatan untuk mencari kebenaran di alam lain.

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa mungkin ada unsur keputusasaan dalam keputusan Socrates. Dalam kondisi di mana ia merasa masyarakat tidak lagi dapat dihormati dan nilai-nilai yang diyakininya sudah tidak dianggap, apakah mungkin Socrates melihat kematian sebagai jalan keluar dari realitas yang tidak sesuai dengan cita-cita moralnya?

Keberanian dan keputusasaan dalam kasus ini tidak saling eksklusif. Mungkin, dalam menghadapi pilihan yang sangat sulit, Socrates menunjukkan keduanya. Keberaniannya tampak jelas dalam keteguhannya pada prinsip, tetapi juga ada tanda-tanda keputusasaan ketika ia memilih kematian daripada hidup di masyarakat yang ia anggap tidak lagi bermoral.

Bagaimanapun juga, pilihan Socrates untuk menerima kematiannya dengan tenang dan penuh keyakinan telah memberikan warisan yang sangat mendalam dalam dunia filsafat, mengajarkan bahwa integritas dan moralitas harus diutamakan di atas segalanya, bahkan di atas kehidupan itu sendiri.